Jumat, 17 April 2009

Bab 1

BAB1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini manusia telah mampu melampaui kendala geografis dan mempersingkat waktu dalam melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kendala jarak seperti yang dialami nenek moyang kita dulu kini teratasi dengan ditemukannya telepon, dan yang paling dahsyat adalah jaringan internet. Internet sudah menciptakan sebuah, meminjam istilah Friedman (2006: ) “kampung global” bagi generasi sekarang ini. Kejadian ini juga menandai lahirnya abad baru yang sering kita sebut sebagai modernisasi dan globalisasi.

Namun, globalisasi menjadi ancaman baru bagi sebuah kebudayaan. Pasalnya, globalisasi dianggap telah menyingkirkan budaya lokal (local genius) yang telah dipertahankan ribuan tahun. Globalisasi mendikte dan menaklukkan budaya lain untuk diseragamkan sesuai dengan kepentingan ideologis dibaliknya. Horkheimer dan Adorno (dalam Lubis, 2004:110)

Dalam upaya penangkalan efek dari globalisasi terhadap kebudayan lokal (local genius) , sejak tahun 1951 UNESCO telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Aksara dan Bahasa Ibu Internasional. Dalam pidato konfrensi hari Aksara dan Bahasa ibu Internasional dikatakan “Mengapa manusia saat ini cenderung brutal ? itu dikarenakan saat ini manusia telah meninggalkan tradisi budaya lokalnya yang didalamnya mengandung nilai-nilai moral yang melindunginya dari pengaruh global”(Ibnu,2008).

Salah satu wujud dari sebuah kebudayaan adalah bahasa dan aksara yang digunakan kelompok sosial dalam membentuk suatu kesepakatan bersama untuk mengintarpretasikan bunyi (Koentjaraningrat,1990) Dengan kata lain, dari bahasa kehidupan sosial dan peradabanpun terlahir. Ketika tanda-tanda (aksara) diterima Namun, globalisasi menjadi ancaman baru bagi sebuah kebudayaan. Pasalnya, globalisasi dianggap telah menyingkirkan budaya lokal (local genius) yang telah dipertahankan ribuan tahun. Globalisasi mendikte dan menaklukkan budaya lain untuk diseragamkan sesuai dengan kepentingan ideologis dibaliknya. Horkheimer dan Adorno (dalam Lubis, 2004:110)

Dalam upaya penangkalan efek dari globalisasi terhadap kebudayan lokal (local genius) , sejak tahun 1951 UNESCO telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Aksara dan Bahasa Ibu Internasional. Dalam pidato konfrensi hari Aksara dan Bahasa ibu Internasional dikatakan “Mengapa manusia saat ini cenderung brutal ? itu dikarenakan saat ini manusia telah meninggalkan tradisi budaya lokalnya yang didalamnya mengandung nilai-nilai moral yang melindunginya dari pengaruh global”(Ibnu,2008).

Salah satu wujud dari sebuah kebudayaan adalah bahasa dan aksara yang digunakan kelompok sosial dalam membentuk suatu kesepakatan bersama untuk mengintarpretasikan bunyi (Koentjaraningrat,1990) Dengan kata lain, dari bahasa kehidupan sosial dan peradabanpun terlahir. Ketika tanda-tanda (aksara) diterima

Dan banyak lagi upaya lain yang dilakukan dalam mensosialisasikan Aksara Sunda.

Walaupun sudah banyak sekali upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan para ahli dalam memasyarakatkan Aksara Sunda, tetapi masalah pengenalan Aksara Sunda terhadap masyarakat khususnya masyarakat Sunda belum tercapai secara menyeluruh. Maka dari itu perlunya gerakan terus menerus untuk mengenalkan aksara Sunda pada masyarakat Jawa Barat khususnya kota Bandung agar menumbuhkan kembali wujud dan kebanggaan sebuah budaya yang selama ini terabaikan. Sebab hal ini apabila dibiarkan akan mengakibatkan hilangnya kebanggaan dan jatidiri terhadap sebuah budaya (budaya Sunda) yang mendukung kelangsungan hidupnya budaya Nasional.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, diperlukannya upaya untuk mensosialisasikan Aksara Sunda dengan Media edukasi pengenalan Aksara Sunda di masyarakat. Khususnya pada anak usia 8-10 tahun karena dalam tahap usia ini anak memiliki rasa ingin tahu yang lebih, dan ingin belajar.Adapun menurut Jean Piaget penemu teori perkembangan kognitif, pada usia ini anak masuk pada tahap perkembangan konkrit yang mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai seperti, pengurutan, klasifikasi, mempertimbangkan, memahami jumlah, biasanya anak usai ini duduk pada tingkat sekolah dasar kelas tiga.

Pembuatan media edukasi ini perlu disosialisasikan pada masyarakat Sunda Bandung khususnya anak-anak yang hakikatnya sebagai generasi pewaris dan penerus kebudayaan, selain Bandung merupakan kota besar yang 70% masyarakatnya etnis Sunda yang merupakan etnis terbesar kedua di Indonesia. Bandung memiliki peran besar dalam penyebaran gaya hidup dan pendidikan untuk masyarakat Jawa Barat khususnya. Hal merupakan modal besar bagi kota Bandung untuk memberdayakan kembali potensi budaya yang selama ini terlupakan

Masalah Perancangan

Berdasarkan latar belakang diatas, upaya pengenalan Aksara Sunda di masyarakat belum tercapai secara menyeluruh, kondisi ini semakin memprihatinkan karena jika dibiarkan masyarakat Sunda akan kehilangan kebanggaan dan jatidirinya terhadap budaya. sehingga diperlukan upaya untuk mengantisipasi masalah tersebut.

1.1.1 Identifikasi Masalah

Dilihat dari latar belakang masalahnya, maka dapat di identifikasikan menjadi :

1. Globalisasi dianggap telah menyingkirkan budaya lokal (local genius) yang telah dipertahankan ribuan tahun.

2. Wujud dari sebuah kebudayaan adalah bahasa dan aksara

3. Era modern ini aksara Sunda makin tidak dikenal oleh masyarakatnya

4. Merancang Media Edukasi Pengenalan Aksara Sunda untuk Anak kelas tiga Usia Sekolah Dasar di kota Bandung masih sangat kurang dan belum efektif.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara mempertahankan budaya lokal ditengah derasnya arus budaya global?

2. Bagaimana cara mewujudkan kembali Aksara Sunda dalam Kebudayaannya?

3. Bagaimana cara mengenalkan kembali aksara Sunda pada masyarakatnya di era moderen?

4. Media seperti apa yang menarik dan mudah dipahami untuk anak kelas tiga usia Sekolah Dasar, agar mengenal kembali Aksara Sunda ?

1.2.3 Pembatasan Masalah

Dalam proses perancangan ini penulis memfokuskan dalam perancangan pembuatan media edukasi pengenalan Aksara Sunda, untuk kalangan pendidikan Sekolah Dasar , dengan usia 8-10 , yang berlokasi di Jawa Barat Khususnya di Bandung dengan mayoritas penduduknya adalah pengguna bahasa Sunda dan orang Sunda.

1.3 Tujuan Perancangan

Tujuan Umum

Pembentukan media edukasi pengenalan Aksara Sunda ini bertujuan untuk mempertahankan budaya lokal ditengah derasnya arus budaya global, dan mewujudkan kembali Aksara Sunda sebagai kebanggaan masyarakatnya sehingga dikenal dan dapat digunakan kembali di era moderen ini.

Tujuan Khusus

Tercapainya media edukasi pengenalan Aksara Sunda untuk anak kelas tiga usia Sekolah Dasar yang efektif, tidak membosankan dan mudah dipahami.

1.4 Manfaat Perancangan

1.4.1 Bagi keilmuan

1. Bagi pribadi, menguji kreativitas dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat untuk merancang sebuah media edukasi pegenalan Aksara Sunda.

2. Bagi pembaca, Mengetahui teknik penulisan dan cara penulisan aksara Sunda yang baik dan benar.

3. Bagi keilmuan, menambah referensi tentang cara merancang ”Media

4. Edukasi Pengenalan Aksara Sunda untuk Anak kelas tiga Usia sekolah Dasar”

1.5 Metode Perancangan

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, karena bersifat fleksibel dan berubah-ubah sesuai lapangan

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data

A. Pengumpulan Data

  1. Survey lapangan, dengan meneliti fakta yang ada
  2. Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait
  3. Dokumen untuk data teknis
  4. Studi pustaka sebagai landasan teori

B. Pengolahan Data

Perancangan media edukasi ini disesuaikan dengan data yang telah didapat dimana aspek geografis, demografis, dan psikografis berperan didalamnya sesuai dengan target yang dituju oleh media edukasi yang dibuat.

C. Pendekatan visual

Khalayak sasaran yang dituju adalah anak kelas tiga usia Sekolah Dasar usia 8-10 tahun, maka pendekatan visual harus melalui studi karakter dan studi warna sesuai dengan target yang akan dituju dengan harapan bahwa pesan yang ingin disampaikan dapat diterima tepat sasaran maksud dan tujuannya.

1.5.2 Anallisa Data

Metode yang digunakan adalah analisis SWOT, dipergunakan untuk menilai dan menilai ulang (reevaluasi), sesuatu yang telah ada dan telah diputuskan sebelumnya dengan tujuan meminimumkan resiko yang mungkin timbul, langkahnya dengan mengoptimalkan segi positif yang mendukung serta meminimalkan segi negatif yang berpotensi menghambat pelaksanaan keputusan perancangan yang telah di ambil.

Dengan langkah analisis mengkaji hal atau gagasan yang akan dinilai dengan cara memilah dan menginventarisasi sebanyak mungkin segi kekuatan (strength), kelemahan (weak), peluang (opportunity), ancaman (threat).

Tidak ada komentar: