Senin, 20 April 2009

Si Kabayan

bentuk deformasi tokoh kabayan yang dijadikan karakter kartun sebagai maskot dalam CD interaktif,yang ditujukan untuk anak-anak.

bab2

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definsi Aksara

Tulisan ialah cermin dari sebuah bahasa pada media tertulis dengan menggunakan beberapa tanda atau simbol ( yang dikenal sebagai sistem kepenulisan). Budaya menulis dimulai sebagai akibat dari kebutuhan akuntansi.Pada masa milenium ke-4 sebelum masehi, Kompleksitas perdagangan dan perkembangan administrasi membutuhkan kapasitas memori yang lumayan banyak, dan tulisan pada akhirnya menjadi salah satu metode perekaman tepercaya yang permanen (Robinson, 2003, hal 36).
Aksara adalah seni yang merupakan bagian dari sejarah kesenian bahwa seni adalah kegiatan yang terjadi oleh proses“cipta-rasa-karsa” tidak sama tetapi tidak seluruhnya berbeda dengan science dan teknologi, maka cipta dalam bidang kesenian mengandung pengertian terpadu antara kreativitas invention dan inovasi yang sangat dipengaruhi oleh rasaemotion, feeling (Bandem 1981; Sedyawati 1994).
Aksara merupakan lambang dari suatu bunyi yang diproduksi oleh mulut manusia.Sebagai sebuah lambang Aksara dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan ( Pikiran Rakyat Online. 2009. Upaya Digitalisasi "Ki Sunda”.05 Maret) .
Tidak keliru jikalau cerdik cendekia sepakat bahwa aksara merupakan salah satu sarana yang menghantar cakrawala pengetahuan sejarah suatu bangsa karena dikenalnya aksara oleh suatu bangsa dianggap yang menandai masa sejarah atau yang lebih populer disebut masa klasik.
Aksara adalah istilah bahasa Sanksekerta, akshara, untuk menyebut imperishable letter, words syllable, the sacred syllable, sound letter, document, epistle, bahkan semula adalah sebutan bagi the supreme deity, a supreme creational principle, a term used equivalently to bija. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah huruf atau abjad (bahasa Arab) yang dimengerti sebagai lambang bunyi (fonem) sedangkan bunyi itu sendiri adalah lambang pengertian yang menurut catatan sejarah secara garis besar terdiri dari kategori (Kartakusuma 2003):
1. Piktografik antara lain aksara hieroglif Mesir, Tiongkok Purba;
2. Ideografik antara lain aksara Tiongkok masa kemudian yang hasil goresannya tidak lagi dilihat
melukiskan benda konkrit;
3. Silabik antara lain menggambarkan suku-suku kata seperti nampak pada aksara Dewanagari
(Prenagari), Pallawa Jawa, Arab, Katakana dan Hiragana Jepang;
4. Fonetik antara lain aksara Latin, Yunani, Cyrilic atau Rusia dan Gothik atau Jerman.

2.1.1 Keberadaan Aksara di Indonesia


J.G. de Casparis (1975) menyusun buku yang berjudul Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesian from the Beginning to c. A.D. 1500. Buku tersebut memuat perkembangan tulisan di Indonesia yang sebagian besar untuk Jawa dan Bali karena bahan-bahan yang ditampilkan dari daerah itu lebih lengkap semenjak permulaan sampai sekitar abad ke-15 Masehi. Di pihak lain, ada buku yang boleh dianggap sebagai pedoman untuk studi bermacam-macamaksara di Indonesia khususnya dan umumnya di wilayah India dan sekitarnya (Gujarat, Kasmir, Punjab, Nepal, Tibet, Bengali, Tamil, Myanmar, Thailand,Semenanjung Malaya, Khmer, Kamboja, Vietnam), yakni karya K.F. Holle (1877) yang
berjudul Tabel van Oud- en Nieuw- Indische Alphabetten. Buku ini dilengkapi dengan tabel-tabel yang memuat berbagai ragam aksara sejak permulaan hingga abad ke-18 Masehi, yang dipakai dalam prasasti/piagam yang berbahan batu dan lempengan logam, serta naskah-naskah yang berbahan bilahan bambu, lontar, nipah, dan berbagai jenis kertas serta daluang.
Saat ini, keahlian yang membidangi pengkajian aksara atau tulisan di Indonesia sudah bukan monopoli satu bidang ilmu saja.
Para sarjana yang menggarap tulisan yang dimaksud dapat dibagi ke dalam tiga kelompok (Darsa & Ayatrohaédi (1992: 2).
Kelompok pertama, mereka yang menggarap tulisan-tulisan yang terdapat pada bahan-bahan yang terbuat dari batu, lempengan tembaga, atau lempengan logam lainnya yang menggunakan aksara model Pallawa/Nagari atau aksara daerah. Mereka ini disebut ahli prasasti, dan bidang kajiannya disebut epigrafi. Walaupuntulisan pada batu, lempengan tembaga, dan logam lain itu
terdapat hingga masa sekarang, epigrafi yang berkembang di Indonesia hingga saat ini terutama terbatas pada tulisan-tulisan yang digunakan sampai sekitar akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 Masehi. Kelompok kedua, mereka yang menggeluti tulisan-tulisan yang bahannya terbuat dari aneka ragam kulit (tumbuhan dan hewan), aneka ragam daun (antara lain: lontar, nipah, kelapa), dan aneka raga kertas (lokal maupun impor) yang menggunakan aksara daerah atau aksara Arab dan variannya. Tulisan demikian itu disebut naskah, yang umumnya digunakan dari sejak abad ke-8 hingga akhir abad ke-19 Masehi, dan bidang kajiannya disebut filologi.
Kelompok ketiga, adalah mereka yang menggeluti tulisan pada bahan kertas (terutama kertas Eropa) dan beraksara Latina. Kelompok itu disebut sebagai ahli kearsipan, dan bidang kajiannya disebut arsivologi. Arsivolog terutama mengkhususkan diri untuk mengkaji segala macam tulisan Latina, dan lebih khusus lagi, yang menyangkut hubungan antara berbagai kerajaan daerah dengan bangsa asing yang pernah berkuasa dan berperan dalam panggung sejarah Indonesia. Namun demikian jika kita mendasarkanobjek kajiannya, sebenarnya tidak terdapat perbedaan mendasar di antara ketiga kelompok itu sehingga mereka sering-sering dikelompokkan sebagai ahli paleografi. Ketiganya mengaji tulisan dan menyampaikannya kepada orang lain mengenai isi atau kandungan setiap teks yang dikajinya itu. Istilah paleografi itu sendiri dikenal berasal dari bahasa Yunani palaios ‘kuno’ dan grafein ‘menulis’, artinya sebuah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk tulisan atau aksara kuno. Tugas utama paleograf
‘ahli paleografi’ adalah meneliti sejarah tulisan, melukiskan dan menerangkan perubahan bentuk aksara dari masa ke masa (Band. W. van der Molen (1985), Atmodjo (1994).
Secara tipologis pada dasarnya aksara itu dapat dibedakan ke dalam aksara yang bersifat:
(1) logosilabik, yaitu setiap aksara menggambarkan lambang sebuah kata;
(2)silabik, yaitu setiap aksara menggambarkan lambang sebuah suku kata;
(3) fonetik, yaitu setiap aksara menggambarkan sebuah bunyi.

2.1.2 Pengaruh Aksara India

Pada dasarnya, pengaruh aksara-aksara dari India itu dapat dibedakan
k e dalam tiga tipe utama, yaitu:
(1) Early Pallawa ‘Pallawa Awal’ yang mengacu kepada model Calukya dan Venggi,
(2) Later Pallawa ‘Pallawa Lanjut’ yang mengacu kepada model Pali (Ava dan Siam) dan model
Kamboja, dan
(3) Nagari yang mengacu kepada model Dewa Nagari dan Nepal
Aksara tipe Pallawa Awal menunjukkan ciri-ciri yang berhubungan dengan aksara-aksara pada prasasti abad ke-3 hingga abad ke-5 Masehi di India Selatan dan Sri Langka. Aksara tipe ini di wilayah kebudayaan Sunda digunakan dalam prasasti-prasasti zaman Tarumanagara, seperti prasasti: Kebonkopi I (± tahun 450 Masehi), Ciaruteun (± tahun 450 Masehi), Jambu (± tahun 450 Masehi), dan Tugu (± tahun 450 Masehi). Di antara prasasti-prasasti tersebut ada yang sezaman dengan prasasti di Muara Kaman (± tahun 400 Masehi) di Kutai Kalimantan Timur (Kern, 1917; Holle, 1877, 1882). Berikut ini tampak beberapa prasasti dari zaman Tarumanagara.

2.1.3 Prasasti pada zaman Tarumanagara

Aksara tipe Pallawa Lanjut dipakai dalam prasasti-prasasti antara abad ke-6 hingga abad ke-8 Masehi. Aksara ini, antara lain tampak pada prasasti Tuk Mas (± tahun 500 Masehi) dan prasasti Canggal (tahun 732 Masehi)yang merupakan teks terakhir yang ditulis dengan aksara model Pallawa di Indonesia dan berasal dari Jawa Tengah (Kern,1917; Casparis, 1975).
Aksara tipe ini pun digunakan dalam prasasti-prasasti zaman Sri Wijaya di wilayah Sumatera Selatan yang berbahasaMelayu Kuno, seperti dalam prasasti: Kedukan Bukit (tahun 683 Masehi), Talang Tuwo (tahun 684 Masehi), dan Kotakapur(tahun 686 Masehi).Di Jawa Barat ditemukan sebuah prasasti yang berbahasa Melayu Kuno, tepatnya dari daerah Ciampea Bogor
yang tidak jauh dari tempat temuan prasasti Kebonkopi I sehingga prasasti ini disebut dengan prasasti Kebonkopi II (Djafar, 1991: 24). Prasasti Kebonkopi II ini memberitakan Rakryan Juru Pangambat ‘Yang Mulia Juru Pengamat’ pada tahun kawihaji panca pasagi(458 Çaka + 78 = 536 Masehi), perihal petahbisan tahta bagi “Haji ‘Raja’ Sunda”. Aksara yang digunakan dalam prasasti ini dapat dikategorikan ke dalam tipe Pallawa Lanjut. Akan tetapi, peninggalan karya tulis berupa naskah-naskah yang berasal dari zaman Tarumanagara (abad ke-5 s.d. abad ke-7 Masehi) belum pernah ditemukan hingga sekarang. Hal ini dimaklumi mengingat kemungkinan besar naskah-naskah dari masa tersebut telah hancur karena umumnya kualitas bahan naskah
(baik kulit,daun, maupun kertas) daya tahannya terhadap perubahan musim lebih rendah dibandingkan dengan bahanuntuk pembuatan prasasti yang umumnya terbuat dari batu, atau piagam yang terbuat dari lempengan logam.

2.1.4 Sejarah Aksara Sunda

Sebagai salah satu kebudayaan yang telah berusia cukup lama, secara historis lebih dari 16 abad yang lalu, kebudayaan Sundamemiliki kekayaan peninggalan kebudayaan berupa benda-benda bertulis, seperti prasasti, piagam, serta naskah kuno yang cukup banyak.
Hal ini menunjukkan adanya kecakapan tradisi tulis-menulis dikalangan masyarakat Sunda. Kenyataan tersebut sekaligus membuktikan adanya kesadaran yang tinggi dari para pendahulu masyarakat Sunda mengenai pentingnya penyampaian informasi hasil ketajaman wawasan,pikiran, dan perasaan mereka berupa gagasan atau ide-ide yang mereka rekam melalui sarana bahasa dan aksara pada setiap kurun waktuyang dilaluinya (Ekadjati ,1989: 1)
Kecakapan masyarakat dalam tulis-menulis di wilayah Sunda telah diketahui keberadaannya sekitar abad ke-5 Masehi, pada masa Kerajaan Tarumanagara. Hal itu tampak pada prasasti-prasasti dari zaman itu yang sebagian besar telahdibicarakan oleh Kern (1917) dalam bukuyang berjudul Versvreide Geschriften; Inschripties van den Indichen Archipel. Karya tersebut memuat cukup lengkap data-data inskripsi dan facsimile disertai peta arkeologis yang cukup jelas”(Vogel (1925: 15-35); Ayatrohaédi (1965). Selanjutnya baru sekitar zaman Kerajaan Sunda (masa Pakuan Pajajaran-Galuh, abad ke-8 sampai dengan abad ke-16), selain ditemukan peninggalan yang berupa prasastidan piagam (Geger Hanjuang, Sanghyang Tapak, Kawali, Batutulis, dan Kebantenan), juga sudah ditemukan peninggalan yang berupa naskah(berbahan lontar, nipah, kelapa, dan bilahan bambu) dalam jumlah yang cukup banyak dan berasal dari berbagai daerah di wilayah Jawa Barat atau Tatar Sunda. Naskah-naskah tertua yang ditemukan dari wilayah Tatar Sunda ini berasal dari sekitar abad ke-14 hingga abad ke-16 Masehi. Naskah-naskah dimaksud yang telah digarap dan dipelajari hingga saat ini, antara lain Carita Parahyangan, FragmenCarita Parahyangan,Carita Ratu Pakuan, Kisah Perjalanan Bujangga Manik, KisahSri Ajnyana, Kisah Purnawijaya, Sanghyang Siksakanda Ng
Karesian, Sanghyang Raga Déwata, Sanghyang Hayu, Pantun Ramayana, Serat Déwabuda, Serat Buwana Pitu, Serat Catur Bumi, Séwaka Darma, Amanat Galunggung, Darmajati, Jatiniskala, dan Kawih Paningkes. Penemuan naskah-naskah Sunda selanjutnya hingga abad ke-20 telah dicatat dalam beberapa laporan berupa buku katalog naskah yang dikerjakan oleh Juynboll (1899, 1912), Poerbatjaraka (1933),Pigeaud (1967-1968, 1970), Sutaarga (1973), Ekadjati dkk. (1988), Viviane Sukanda-Tessier & Hasan Muarif Ambary (1990), dan Ekadjati
& Undang A. Darsa (1999).
Naskah-naskah Sunda yang telah dicatat dan diinvetarisasi tersebut kini tersimpan dalam koleksi museum atau perpustakaan yang dibangunoleh pemerintah maupun swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun demikian tidak sedikit naskah-naskah yang masih tersebardi kalangan masyarakat secara perseorangan yang hingga kini belum terinventarisasi.

2.1.5 Tipologi Aksara Sunda

Aksara Sunda Kuno memiliki tipe dasar aksara Pallawa Lanjut. Aksara tersebut memiliki kemiripan dengan model aksara Tibet dan Punjab (band. Holle, 1877), dengan beberapa ciri tipologi dari pengaruh model aksara prasasti-prasasti zaman Tarumanagara, sebelum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya. Hal ini nampak sebagaimana yang digunakan dalam prasasti-prasasti dan naskah-naskah Sunda Kuno berbahan lontar dan bambu abad ke-14 hingga abad ke- 18 Masehi.
Dalam pada itu, model aksara yang digunakan pada prasasti-prasasti dan piagam zaman Kerajaan Sunda, baik dari periode Kawali-Galuhmaupun periode Pakuan-Pajajaran dapat memberi gambaran mengenai model aksara Sunda Kuno yang paling awal. Prasasti-prasasti yang dimaksud adalah prasasti yang terdapat di kompleks Kabuyutan Astanagedé, Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis yang dibuat pada sekitar masa peperintahan prabu Niskalawastu Kancana (1365-1478),dan prasasti Batutulis Bogor (1533) serta piagam Kebantenan Bekasi yang dibuat setelah masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521).Prasasti-prasasti Kawali ini dapat digolongkan ke dalam jenis piteket, yakni memuat pengumuman langsung dari raja yang memerintah membuat prasasti, sedangkan prasasti Batutulis dan piagam Kebantenan termasuk ke dalam jenis sakakala, prasasti yang dibuat untuk mengabadikan perintah atau jasa seseorang (raja) yang telah wafat (Saleh Danasasmita, “Ya Nu Nyusuk Na Pakwan“, 2006: 20.).
Beberapa contoh prasasti/piagam dimaksud tampak berikut ini.
2.1.5 a. Prasasti Kawali 1
2.1.5 b.Prasasti Kawali 2
2.1.5 c.Prasasti Kawali
2.1.5 d.Prasasti batu tulis
2.1.5 e. Piagam Kebantenan

Berkaitan dengan hal ini, Holle (1882: 15-18) menguraikan secara jelas mengenai tipologis aksara pada prasasti-prasasti dan piagam tersebut dengan menyatakan sebagai modern schrift uit de Soendalanden, en niet meer dan ± 1500 jaar oud ‘aksara modern dari Tatar Sunda, dan berusia tidak lebih dari sekitar 1500 tahun’. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aksara Sunda Kuno ini merupakan hasil daya cipta atau hasil kreasi orang Sunda. Adapun beberapa naskah lontar Sunda Kuno yang menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuno tampak dalam contoh lampiran naskah-naskah berikut:

2.1.5 f. Naskah lontar 1

2.1.5 g. Naskah lontar 2
Urutan abjad aksara Sunda Kuno berbunyi kaganga cajanya tadana pabama yarala wasaha, jadi ada 18 buah aksara pokok ngalagena ditambah 7 buah aksara swara (a, é, i, o, u, e, dan eu). Susunan bunyi aksara kaganga seperti ini sama dengan susunan bunyi aksara di wilayah
Sumatera, juga aksara Jawa Kuno. Di Indonesia, ada sekitar 12 jenis aksara daerah, yaitu aksara-aksara: Bali, Batak, Bengkulu, Bima, Bugis, Jawa, Komering, Lampung, Makasar, Pasemah, Rejang, dan Sunda.
Naskah yang boleh dikatakan paling muda yang memakai aksara dan bahasa Sunda Kuno berjudul Carita Waruga Guru, ditulis pada akhir abad ke-18 Masehi dengan menggunakan bahan kertas Eropa.

2.1.5 h. Naskah Carita Waruga Guru
2.1.6 Aksara Sunda Standar
Aksara Sunda berjumlah 32 buah yang terdiri atas 7 aksara swara ‘vokal mandiri’ (a, é, i, o, u, e,dan eu) dan 23 aksara ngalagena ‘konsonan’ (ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wasa-ha, fa-va-qa-xa-za,). Aksara swara adalah tulisan yang melambangkan bunyi fonem vokal mandiri yang dapat berperan sebagai sebuah suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata.
Sedangkan aksara ngalagena adalah tulisan yang secara silabis dianggap dapat melambangkan bunyi fonem konsonan dan dapat berperan sebagai
sebuah kata maupun suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Jadi, aksara Sunda ini bersifat silabik, yakni tulisan yang dapat mewakili sebuah kata dan sukukata. Perlu dijelaskan bahwa aksara ngalagena dalam sistem tata tulis aksara Sunda Kuno berjumlah 18 buah. Namun, dalam upaya memenuhi fungsi aksara Sunda sebagai alat rekam bahasa Sunda yang senantiasa berkembang akibat terjadinya proses serapan unsur kosa kata asing, maka para pakar di bidang paleografi Sunda dan pihak birokrat di lingkungan ProvinsiJawa Barat beserta para tokoh masyarakat sepakat untuk mengaktifkan 5 lambang aksara kedalam sisten tata tulis aksara Sunda Baku, sehingga jumlahnya menjadi 23 buah. Kelima buahaksara dimaksud bukan berarti sebagai ciptaanbaru, akan tetapi dengan cara mengaktifkan beberapa varian lambang aksara Sunda Kuno yang intensitas kemunculannya tidak begitu tinggi. Lambang aksara fa dan va merupakan varian lambang aksara pa; lambang aksara qa dan xa adalah varian lambang aksara ka; lambing aksara za adalah varian lambang aksara ja.
Dalam sistem tata tulis aksara Sunda dikenal adanya tanda vokalisasi, yaitu rarangkén atau penanda bunyi yang dapat berfungsi untuk mengubah, menambah maupun menghilangkan bunyi vocal pada aksara ngalagena. Lambang vokalisasi yang dimaksud berjumlah 13 macam yang dalam penempatannya terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama,sebanyak 5 buah yang ditempatkan di atas aksara dasar. Kelompok kedua, sebanyak 3 buah yang ditempatkan di bawah aksara dasar. Kelompok ketiga, sebanyak 5 buah yang ditempatkan sejajar dengan aksara dasar, yang dibagi lagi menjadi: 1 buah ditempatkan di sebelah kiri aksara dasar, 2 buah ditempatkan di sebelah kanan aksara dasar, dan sebanyak 2 buah ditempatkan disebelah kanan dengan sedikit menjulur ke bagian bawah aksara dasar. Di samping itu, dikenal pula lambang-lambang bilangan berupa angka dasar yang memiliki nilai hitungan mulai dari nol sampai sembilan. Wujud fisik aksara Sunda termasuk tanda vokalisasinya dapat ditulis pada posisi kemiringan antara 45º-75º. Perbandingan ukuran fisik aksara dasar, baik aksara swara ‘vokal’ maupun aksara ngalagena ‘konsonan’ pada umumnya ditulis 4:4, kecuali untuk aksara ngalagena /ra/ adalah 4:3; untuk /ba/, dan /nya/ adalah 4:6; serta untuk aksara swara /i/ adalah 4:3. Sedangkan untuk perbandingan ukuran fisik tanda vokalisasi pada umumnya ditulis 2:2, kecuali untuk panyecek/+ng/ adalah 1:1; panglayar /+r/ adalah 2:3; panyakra /+ra/ adalah 2:4; pamaéh adalah 4:2; dan pamingkal /+ya/ adalah 2:4(bawah) dan 3:2 (samping kanan). Perbandingan ukuran fisik angka dasar pada umumnya ditulis 4:4, kecuali untuk angka /4/ dan /5/ adalah 4:3.

2.1.7 Aksara Sunda Baku

A. Rarangkén
Lambang vokalisasi aksara Sunda terdiri atas 13 buah yang cara penulisannya ditempatkan sebagai berikut:
Vokalisasi yang ditulis “di atas” lambang aksara dasar berjumlah 5 buah, yaitu:

Vokalisasi yang ditulis “di bawah” lambang aksara dasar berjumlah 3 buah, yaitu:

Vokalisasi yang ditulis “sejajar” dengan aksara dasar berjumlah 5 buah, yaitu:

Di samping itu, terdapat pula 3 rarangken yang bisa disandingkan dengan aksara swara, yaitu:
B. Angka
Sistem tata tulis aksara Sunda dilengkapi pula dengan lambing angka-angka. Penulisan lambang angka puluhan, ratusan,dan seterusnya ditulis berderet dari “kiri ke kanan”, seperti halnya dalam sistem angka Arab. Beberapa lambang angkaSunda bentuknya ada yang mirip dengan lambang aksara sehingga untuk menuliskan (deretan) lambang angka harus diapit dengan garis vertikal yang lebih tinggi dari lambang angka. Lambang angka-angka yang dimaksud adalah:

C. Pungtuasi (Tanda Baca)
Pungtuasi atau tanda baca yang dipakai untuk melengkapi penggunaan aksara Sunda dalam penulisan suatu kalimat, alinea,maupun wacana dilakukan dengan mengadopsi semua tanda baca yang berlaku pada sistem tata tulis huruf Latin. Tanda baca yang dimaksud adalah koma ( , ), peun ‘titik’ ( . ), titik-koma ( ; ), deubeul peun ‘titik-dua’ ( :), panyeluk ‘tanda seru’ ( ! ), pananya ‘tanda tanya’ ( ? ), kekenteng ‘tanda kutip’ ( “ … “ ), panyambung ‘tanda hubung’ ( - ), tanda kurung (()), dan sebagainya. Ukuran fisik tanda baca disesuaikan dengan ukuran fisik aksara Sunda. Sementara itu yang berkaitan dengannama predikat atau gelar, baik gelar akademis maupun gelar keagamaan penulisannya tetap menggunakan sistem tata tulis dengan huruf
Latin yang berlaku saat ini.

D. Ukuran Bentuk dan Cara Menulis Aksara Sunda Standar


2.1.8 Cara Menulis Aksara Sunda
Aksara Swara:

Aksara Ngalagena:

Tanda Vokalisasi:

Angka:

2.1.9 Cara Penulisan Aksara Sunda Standar
Cara penulisan dalam tradisi tulis masyarakat Sunda terdokumentasikan dalam bentuk ungkapan tradisional “Peso pangot ninggang lontar, daluang katinggang mangsi”. Dari ungkapan tersebut dapat diketahui adanya alat tulis dan media untuk menuliskan aksara.
Peso pangot adalah alat tulis berupa pisau sedangkan mangsi adalah sejenis tinta yang digunaka untuk menulis dengan menggunakan alat berupa kalam atau pena. Cara menuliskan aksara dengan menggunakan peso pangot dan pena (mangsi) tidaklah sama. Cara menggunakannya peso pangot adalah dengan mengeratkan bagian ujung pisau yang tajam,dalaM hal ungkapan tradisional di atasadalah pada permukaan daun lontar, sedangkanpemakaian mangsi dengan menggunakan kalam atau pena pada permukaan daluang (kertas tradisional Indonesia yang terbuat dari bahan kulit kayu pohon Paper mulberry sama seperti halnya menulis denganmenggunakan pulpen atau ballpoint pada permukaan kertas. Penggunaan alat tulis dan media penulisan yang berbeda akan berdampak secara langsung pada kegiatan menulis secara mekanis, hal ini dikarenakan oleh perbedaan karakteristik alat dan media yang memerlukan perlakuan khusus. Berbeda dengan kegiatan tulis menulis di jaman dahulu yang tidak begitu banyak menyediakan alat dan media untuk melakukan penulisan, jaman sekarang tersedia begitu banyak alat dan media untuk menuliskan aksara, bahkan sangat terbuka kemungkinan pengembangan aplikasi penulisan dengan menggunakan berbagai media dan tujuan penulisan itu sendiri.
Dalam hal penulisan aksara Sunda untuk menuliskan kata-kataatau kalimat yang tidak mempunyai konsonan rangkap atau gugus konsonan, maka penulisannya bisa dilakukan dengan sederhana, yaitu merangkaikan aksara ngalagena demi aksara ngalagena yang mewakili bunyi suara yang bersangkutan. Berbeda dengan hal tersebut, jika aksara Sunda digunakanuntuk menuliskan kata-kata 79 yang mempunyai gugus konsonan di tengah-tengah kata, maka penulisannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara menggunakan pamaéh dan menyandingkan dua aksara ngalagena atau pasangan. Penggunaan pamaéh dilakukan sebagai salah satu cara dalam pembelajaran aksara Sunda pada tahap awal, sedangkan penggunaan pasangan terutama bertujuan untuk penghematan ruang tulisan dan menghindari penggunaan pamaéh di tengah-tengah kata. Adapun cara penulisan pasangan pada dasarnya adalah menyandingkan dua aksara ngalagena, bersandingnya (pasangan) dua aksara ngalagenadimaksud mempunyai arti pembacaan bahwa bunyi vokal aksara ngalagena pada aksara yang awal menjadi hilang sehingga menjadi konsonan karena dipaéh oleh aksara ngalagena yang mengikutinya.
Aksara swara tidak bisa digunakan sebagai pasangan untuk menghilangkan bunyi vokal yang mendahuluinya. Berikut ini adalah

contoh penulisan aksara Sunda dengan menggunakan pamaéh dan pasangan.

Catatan: khusus untuk penulisan aksara ngalagena /ya/, /ra/, dan /la/ tidak menggunakan pasangan karena sudah tersedia penanda bunyi pamingkal untuk /+ya/, panyakra untuk /+ra/, dan panyiku untuk /+la.

2.2 Manusia dan Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitandengan budi dan akal.Ada pendapat lain mengatakan budaya bearasal dari kata budi dan daya. Budi merupakan unsur rohani, sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudaaan disebuat culture, yang berasal dari kata lain colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.Dalam bahsa Belanda, cultuur berarti sama dengan culture. Culture bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Dengan demikian, kata budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber kehidupan, dalam hal pertanian. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Definisi kebudayaan telah bnayak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai berikut.

a. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi
ke generasi lain, yang kemudian disebut sebagai super organik.

b. Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,
nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lainnya, ditambah lagi dengan segala pernyataan inelektual dan artistik yang menjadi cirri
khas suatu masyarakat.

c. Edward B.Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, moral, hokum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagi anggota masyarakat.

d. Selo Soemardja dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil
karya, ras dan cipta masyarakat.

e. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karay
manusia yang harus dibiasakan dengan belajarbeserta dari hasil budi pekertinya.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan sebagai system pengetahuan yang meliputi system idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.Sedangkan perwujudankebudayaan adalah benda-benda budaya yang diciptaan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya, berupa prilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola prilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

J.J.Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.
a. Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.JIka masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal yaitu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya
para penulis warga masyarakat tersebut.

d. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini serin pula disebut dengan sistem sosial.Sistem social ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menyurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan;dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pola, yaitu

a. Suatu kompleks ide, gagasan, nilai, norma,dan sebagainya.
b. Suatu kompelks aktivtas atau tindakan berpola dari manusia dalam masarakat.
c. Suatu benda-benda hasil karay manusia.

Sedangkan mengenai unsur kebudayaan, dikenal adanya tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal.ketujuh unsure tersebut dikatakan universal karena dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan di mana pun dan kapan pun berada. Tujuh unsur kebudayaan tersebut, yaitu

a. Sistem perlengkaan dan peralatan hidup (teknologi).
b. Sistem mata pencaharian hidup.
c. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial.
d. Bahasa.
e. Kesenian.
f. Sistem pengetahuan.
g.Sistem religi.

Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan budi daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangakan kebudayaan.Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengansegala isi alam raya ini. Hasil interaksi binatang dengan alam sekitar tidak memmbentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan saja. Hali ini karena binatang tidak dibekali akalbudi, tetapi hanya nafsu dan naluri tingkat rendah.Karena manusa adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah mahluk berbudaya. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia dengankebudayaannya manusia mampu menampakan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah dunia

2.2.1 Problematika Kebudayaan

Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam kelompok dan wilayah yang berbeda-beda mengahsilkan keragaman kebuddayaan. Tiap persekutuan hidup manusia ciri dan menjadi pembeda dengan kelompok lain.dengan demikian, kebudayaan merupakan Identitas dari persekutuan hidup manusia.
Dalam rangka pemenuhan hidupnya manusia akan berinteraksi dengan manusia lain, masyarakat dengan masyarakat lain, demikian pula terjadi hubungan antar persekutuan hidup manusia dari waktu ke waktu dan terus berklangsung seanjang hidup manusia. Kebudayaan yang ada ikut pula mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai pemilik kebudayaan berkaiytan dengan hal tersebut kita mengenal adanya pewarisan kebudayaan, perubahan kebudayaan, dan penyebaran kebuadayaan

2.2.2 Pewarisan kebudayaan

Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan, dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkerinambungan. Pewarisan budaya bersifat vertical artinya budaya diwariskan dari generasi ke generasi untuk digunakan, dan selanjutnya diteruskan ke generasi yang akan datang.
Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan melalui enkulturisasi dan sosialisasi.Enkulturisasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu dengan system norma, adat, dan peraturan hidup dalam kebudayaanya. Proses enkulturisasi dimulai sejak dini, yaitu masa kanak-kanak, bermula dari lingkungan keluarga, teman-teman sepermainan, dan masyarakat luas.Sosialisasi atau proses pemasyarakatan adalah individu
lain dalam masyarakatnya.
Dalam hal pewarisan budaya bisa muncul masalah anara lain: sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat ini,penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.Dalam suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak diwariskan oleh generasi pendahulunya.Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai dengan kepentingan hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang engan nilai-nilai budaya baru yang diterima saat ini.

2.2.3 Perubahan Kebudayaan

Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan.Perubahan kebudayaan mengandung banyak aspek, baik bentuk, sifat perubahan, dampak perubahan, dan mekanisme yang dilaluinya.Perubahan kebuadyaan di dalamnya mencakup perkembangan kebudayaan.Pembangunan dan moderenisasi termasuk
pola perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah, antara lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regress(kemunduran) bukan progress (kemajuan); Perubahan bisa berdampak buruk atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi,berlansung cepat,dan diluar kendali manusia.

2.2.4 Penyebaran Kebudayaan

Penyebaran kebudayaan atau difusi adalah proses menyebarnya unsur-unsur kebudayaan dari suatu kelompok ke kelompok lainatau suatu masyarakat kemasyarakat lain.Kebudayaan kelompok masyarakat disuatu wilayah bisa menyebar ke masyarakat wilayah lain.Misalnya kebudayaan dari masyarakat barat(Negara-negara Eropa) masuk dan memengaruhi kebudayaan Timur (bansa Asia dan Afrika).Globalisasi budaya bisa dikatakan pula sebagi penyebaran suatu kebudayaan secara melusa.
Dalam hal penyebaran kebudayaan, seorang sejarawan Arnold J.Toynbee merumuskan beberapa dalil tentang radiasi budaya sebagai berikut.

1. Aspek atau unsur budaya selalu masuk tidak secara keseluruhan, melainkan individual.Kebudayaan Barat yang masuk ke dunia Timur pad abad ke- 19 tidak masuk secara keseluruhan.Dunia Timur tidak mengambil budaya Barat secara keseluruhan, tetapi unsur tertenTeknlogi merupakan unsur yang palin mudah diserap.Industrialisasi di negara-negara Timur merupakan pengaruh dari kebudayaan Barat.

2. Kekuatan menembus suatu budaya berbandung terbalik dengan nilainya.Makin tinggi dan dalam aspek budayanya, makin sulit untuk diterima.Contoh religi adalah laps dalam dalam dari budaya.Religi orang Barat (Kristen) sulit diterima oleh orang timur disbanding teknologinya.Alasanya, religi merupakan lapisan budaya yang paling dalam dan tinggi, sdedangka teknologi merupakan lapisan luar dari budaya.

3. Jika satu unsur budaya masuk maka akan menarik unsur budaya lain. Unsur teknologi asing yang diadopsi akan membawa masuk pula nilai budaya asing melalui orang-orang asingyang bekerja di indurtri teknologi tersebut.

4. Aspek atau unsur budaya yang di tanah asalnya tidak berbahaya, bisa menjadi berbahaya bagi masyarakat yang didatangi.Dalam hal ini, Tonybeevmemberikan contoh nasionalisme.Nasionalisme sebagai hasil evolusi sosial budaya dan menjadi sebab tumbuhnya negar-negara nasional di Eropa abad ke-19 justru memecah belah sistem kenegaraan di dunia Timur,seperti kesultanan dan kekhalifaha diTimur Tengah.Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah masyarakat penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat kuatnya budaya asing yang masuk.Contoh globalisasi budaya yang bersumber dari kebudayaan Barat pada era sekarang ini masuknya nilai-nilai budaya global yang dapat member dampak negatif bagi prilaku sebagian masyarakat Indonesia.Misalnya, pola hidup konsumtif, hedonism, pragmatis, dan individualistis. Akibatnya, nilai budaya bangsa seperti rasa kebersamaan dan kekeluargaan lambat laun bisa hilang dai masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya, difusi merupakan bentuk kontak antar kebudayaan,Selain difusi, kontak kebudayaan dapat pula berupa akulturasi dan asimilasi .Akulturasi berarti pertemuan antara dua kebudayaan atau lebih yang berbeda. Akulturasi merupakan kontak antar kebudayaan, namun masing-masing masih memperlihatkan masih memperlihatkan unsur-unsur budayanya.
Asimilasi berarti peleburan antar kebudayaan yang bertemu. Asimilasi terjadi karena proses yang berlangsung lama dan intensif antara merekayang berlainan latar belakang ras, suku, bangsa, dan kebudayaan pada umumnya, asimilasimenghasilkan kebudayaan baru.

2.2.5 Evolusi budaya dan wujud peradaban dalam kehidupan sosial budaya

Kebudayaan itu telah mengalami proses perkembangan secara bertahap dan berkesinambungan yang kita konsepkan secara evolusi kebudayaan. Evolusi kebudayaan ini berlangsung sesuai dengan perkembangan budi daya atau akal pikiran manusia dalam menghadapi tantangan hidup dari waktu-ke waktu.Proses evolusi untuk tiap kelompok masyarakat diberbagai tempat berbeda-beda, tergantung pada tantangan, lingkungan, dan kemampuan intelektual manusianya untuk mengantisifasi tantangan tadi.
Adanaya kebudayan bermula dari kemampuan akal dan budi dayamausia dalam menanggapi, merespon, dan mengatasi tantangan alam, dan lingkuga dalam upaya mencapai kebuthan hidupnya. Denganpotensi akal dan budi inilah manusia menaklukan alam. Manusia menemukan dan menciptakan berbagai sarana hidup sebagai upaya mengatasi tantangan alam.Manusia menciptakan kebudayaan.
Masa dalam kehidupan manusia dapat kia bagi dua yaitu masa :
• Prasejarah ( masa sebelum manusia mengenal tulisan sampai manusia mengenal tulisan)
• Sejarah ( masa manusia telah mengenal tulisan).
Data-data tentang masa praejarah diambil dari sisa-sisa dan bukti-bukti yang digali dan diinterpretasi. Masa sejarah bermula ketika adanya catatan tertulis untuk dijadikan bahan rujukan penciptaan tulisan ini merupakan satu penemuan revolusioner yang jenius.Bermula dari penciptaan property dan lukisan objek, seperti kambing, lembu, wadah, ukuran barang, dan sebagainya; diikuti dengan indikasi angka; kemudian diikuti simbol yang mengindikasikan transaksi, nama, dan alamat yang bersangkutan; selanjutnya simbol fenomena harian hubungan antara mereka,dan akhirnya intisari, seperti warna, bentuk, dan konsep.
Ada dua produk revolusioner hasil dari akal manusia dalam zaman prasejarah, yaitu
1. Penemuan roda untuk transortasi
Pada mulanya, roda digunakan hanya untuk mengangkat barang berat diatas batang pohon. Kemudian roda disambung dengan kereta, lalu berkembang menjadi mobil seperti saat ini.

2. Bahasa
Bahasa adalah suara yang diterima sebagai cara untuk menyampaikan pikiran seseorang kepada orang lain.Bahasa dapat diartikan pula sebagai suatu persetujuan bersama untuk menginterpretasi bunyi tertentu. Dengan bahasa, kehidupan sosial dan peradaban pun terlahir.Ketika tanda-tanda diterima sebagai representasi dari bunyi-bunnyi arbitrer yang mewakili ide-ide, masa prasejarah pun beralih ke masa sejarah tertulis.
Mengenai masa prasejarah ini, ada dua pendekatan untuk membagi zaman prasejarah,yaitu:
1. Pendekatan berdasarkan hasil teknologi terdiri dari zaman batu tua (Palaeolitikum), zaman batu tengah/madya (Mesolitikum), dan zaman batu baru (Neolitikum).
2. Pendekatan berdasarkan model sosial ekonomi atau mata pencaharian hidup yang terdiri atas:
a. Masa berburu dan meramu meliputi masa berburu sederhana (tradisi Paleolit) dan masa berburu tingkat lanjut(tradisi Epipaleolitik).
b. Masa bercocok tanam meliputi tradisi Noelitik dan Megalitik.
c. Masa kemahiran teknik antau perundagian, meliputi tradisi semituang perunggu dan tradisi semituang bes.
Sedangkan untuk sejarah kebudayaan Indonesia,R. Soekmono (1973), membagi menjadi empat masa yaitu :
1. Zaman prasejarah, yaitu sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke -5 Masehi.
2. Zaman purba, yaitu sejak datangnya pengaruh India pada abad pertama Masehi sampai runtuhnya Majapahit sekitar tahun 1500 M.
3. Zaman madya, yaitu sejak datanganya pengaruh islam menjelang akhir kerajaan majapahit sampai dengan akhir abab ke-19.
4. Zaman baru/modern, yaitu sejak masuknya anasir Barat (Eropa) dan teknik modern kira-kira tahun 1900 sampai sekarng.
Peradaban merupakan tahapan dari evolusi budaya yang telah berjalan bertahap dan berkesinambungan, memperlihatkan karakter yang khas pada tahap tersebut, yang dicirikan oleh kualitas tertentu dari unsur budaya yang menonjol, mliputi tingkat ilmu pengetahuan seni, teknologi, dan spiritualitas yang tinggi.
Contoh, tentang peadaban Cina kuno, yang juga yang menampakan tingakat ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi dalam hal tulisan menjadi cirri budaya setempat. Peradaban kuno di Indonesia menghasilkan berbagai bangunan seni yang bernilai tinggi, seperti candi Borobudur,Perabanan, dna lainnya .
Contoh, peradaban Mesir kuno tercermin dari hasi budaya yang tinggi dalam sosok bangunannya (pyramid,obelix,spinx) yang terkait dengan ilmu pembangunan, tulisan, serta gambar yang mempelihatkan tahap budaya.
Peradaban lembah sungai Nil dikatakan maju untuk ukuran zaman waktu itu, tidak hanya dari hasil seni dan bangunan, tetapi juga kehiduan sosial, system kekuasaan, kepercayaan, dan hasil kemajuan lain, seperti system kalender dan budaya tulis. Masyarakat mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus (peredaran) bulan selama 29,5 hari karena dianggap kurang tetap, kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung jika satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan sebanyak 30 hari dan setahun 365 hari.Mereka juga mengenal tahun kabisat.
Bagaimana dengan peradaban bangsa Indonesia?.Peradaban bangsa Indonesia semakin maju dan berkembang setelah datangnya pengaruh Hindu dan Budha ke Indonesia. Pengaruh tulisan dari budaya Hindu dan Budha membawa dapak besar bagi peradaban bangsa Indonesia yaitu memasuki masa sejarah( masa mengenal bahasa tulis).Salah satu hasil budaya tulis di Indonesia adalah prasasti.Huruf yang dipakai dalam prasasti yang ditemukan sejak tahun 400 M adalah huruf Palawa dan bahasa Sangsekerta. Kemampuan baca tulis masyarakat Indonesia lama-kelamaan berpengaruh dalam bidang kesusastraan, yaitu munculnya banyak kitab-kitab yang ditulis para pujangga masalalu. Dengan banyaknya prasasti dan kitab-kitab ini dapat ditelusuri peradaban bangsa Indonesia terutama masa kerajaan. Peradaban bangsa semakin berkembang dengan masuknya pengaruh Islam dan masuknya peradaban angsa Barat Eropa, termasuk pengaruh agama Kristen/Katolik. Dewasa ini, pengaruh peradaban global semakn kuat akibat kemajuan bidan komunikasi dan informasi.
2.2.6 Dinamika Peradaban Global
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu.
Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
Menurut Arnold Y. Tonybee, seorang sejarawan asal Inggris, akirnya peradaban itu diuraikan dengan teori challenge and respons. Peradaban itu lahir sebagai respons (tanggapan) manusia yang dengansegenap daya upaya dan akalnya menghadapi, menaklukan, dan mengolah alam sebagai tantangan (challenge)guna mencukupi kebutuhan dan melestarikan kelangsungan hidupnya.
Setiap kali timbul kebutuhan akan sesuatu manusia akan berusaha menemukan jalan untuk memperolehnya. Seluruh perangkat ide, metode, teknik, dan benda matrial yang digunakan dalam suatujangka waktu tertentu dalam suatu tempat tertentu maupun kegiatan untuk merombak perangkat tersebut demi memenuhi kebutuhan hidup manusia didsebut teknologi.Teknologi lahir dan dikembankan oleh manusia, dan ilmu untuk menguasai dan memanfaatkan lingkungan sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.
Penerapan teknologi itu bertujuan untuk memudahkan kerja manusia, agar meningkatkan efisiensi dan produkitifitas. Alvin Toffer menganalisis gejala-gejala perubahan dan pembaharuan peradaban masyarakat akibat majunya ilmu dan teknologi. Dalam bukunya The Third Wave (1981),ia menyatakan bahwa gelombang perubahan peradaban umat manusia sampai saat ini telah mengalami tiga gelombang, yaitu
a. Gelombang I, perdaban teknologi pertanian berlangsung mulai 800 M sampai 1500 M.
b. Gelombang II, Peradaban tekologi Industri berlangsung mulai 1500 M-1970M.
c. Gelombang III, Peradaban Informasi berlangsung mulai 1970M sampai sekarang.
Gelombang pertama The first wave dikenal dengan revolusi hijau. Dalam gelombang pertama ini manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Pertanian terbatas pada pengelolaan lahan pertanian hanya untuk memenuhi kebutuhan idup manusia.Pada awalnya, manusia berpindah-pindah dalam memanfaatkan lahan untuk mendapatkan hasil pertanian melalui teknologi pengumpulan hasl hutan. Selanjutnya, mereka berpindah ke penerapan teknologi pertanian, dimana manusia cenderung bertempat tinggal disuatu tempat yang kemudian menumbuhkan desa.
Gelombang kedua adalah adanya revolusi Industri terutama di negara-negara Barat yang dimulai dengan revolusi Industri di Inggris. Masa gelombang ke dua adalah masa revolusi Industri, yaitu kira-kira tahun 1700-1970.Masa ini dimulai dengan penemuan mesin uap tahun 1712.
Gelombsng ke Tiga merupakan revolusi Informasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dalam berbagai bidang. Gelombang ketiga terjadi dengan kemajuan tekknologi dalam bidang:
a) Komunikasi dan data prosesing.
b) Penerbangan dan angkasa luar.
c) Energi altenatif dan energy yang dapat diperbaharui .
d) Terjadinya urbanisasi, yang disebabkan oleh emajuan teknologi komunikasi dan transportasi
Gelombang ke tiga melahirkan suatu masyarakat dunia yang dikenal dengan sebutan The global village ( kampong golbal).kita sekarang beada pada gelombang ke tiga atau masarevolusi Informasi. Diperkirakan era informasi ini akan mencapai puncaknya pada 10-20 than mendatang.
John Naisbitt dalam bukunya Megatrends (1982),menyatakan bahwa globalisasi memunculkan perubahan-peubahan yang akan dialami oleh Negara-negara di dunia.Perubahan itu terjadi karena interaksi yang dekat dan intensif, terutama Negara berkembang akan terpengaruh oleh kemajuan di Negara-negara maju.Perubahan tersebut ialah:
a. Perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi.
b. Perubahan dari teknologi yang mengandalkan kekuatan tenaga ke teknologi canggih
c. Perubahan dari ekonomi Nasional ke ekonomi dunia.
d. Perubahan dari jangka pendek ke jangka panjang.
e. Perubahan dari centralisasi ke desentralisasi
f. Perubahan dari bantuan lembaga ke bantuan diri sendiri
g. Perubahan dari demokrasi perwaklian ke demokrasi ke partisipatori.
h. Perubahan dari sitem hirarki ke jaringan kerja
i. Perubahan dari Utara ke Selatan
j. Perubahan dari satu diantara dua pilihan menjadi macam-macam pilihan.
Naisbitt dan Patricia Aburdance (1990) kembaali mengumpulkan lagi adanya 10 macam perubahan di daerah globa, yaitu
a. Abad Biologi
b. Bangunan Sosialisme pasar bebas
c. Cara hidup Global dan Nasionalisme Budaya
d. Dasawarsa kepemimpinan wanita
e. Kebangkitan Agama dan Milenium baru
f. Kebangkitan dalam kesenian
g. Kemenangan Individu
h. Pertumbuhan Ekonomi dunia dalam tahun 1990-an
i. Berkembanya wilayah pasifik
j. Privatisasi atas Negara kesejahteraan.
Merujuk pada pendapat Alvin Tofler, sekarang ini umat manusia berada pada era peradaban informasi kemajuan yang pesat di b
idang teknologi informasi menghasilkan globalisasi disamping kemajuan dalam sarana transportasi. Di ra global, prilaku hidup
manusia bisa berubah dan bergerak dengan cepat. Dalam era global, hubungan manusia tidak terbatas dalam satu wilayah Negara
saja, tetapi sudah antar Negara ( transnasional). Denag demikian, Orang bisa berkomunikasi dengan orang lain di negara lain,
serta bepindah-pindah Negara dengan cepat dari Negara satu ke Negara lain.
2.2.7 Pengaruh Globalisasi Terhadap Sosial Budaya
Pengaruh globalisasi terhadap sosial budaya adalah masuknya nilai-nilai dari peradaban lain hal ini berakibat timbulnya erosi
nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa yang menjadi jati dirinya.Pengaruh ini semakin lancer dengan pesatnya media informasi
dan komunikasi, seperti TV, komputer, satelit, Internet, dan sebagainya. Masuknya nilai budai asing akan membawa pengaruh pada
sikap, prilaku dan kelembagaan masyarakat. Menghadapi perkembangan ini diperlukan suatu upaya yang mampu mensosialisasikan budaya
Nasional sebagai jatidiri bangsa.
2.2.8 Efek Globalisasi bagi Indonesia
Globalisasi memberikan dua sisi pengaruh terhadap kelangsungan aspek kehidupan bangsa Indonesia diantaranya yaitu:

• Aspek positif globalisasi
a. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi mempermudah manusia dalam berinteaksi.
b. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi mempercepat manusia untuk berhubungan dengan manusia lain.
c. Kemajuan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi meningkatkan efisiensi.
• Aspek negative globalisasi
a. Masuknya nilai budaya luar akan menghilangkan nilai-nilai tradisi suatu bangsa dan identitas suatu bangsa.
b. Eksploitasi alam dan sumber daya lain akan memuncak karena kebutuhan makin besar.
c. Dalam bidang ekonomi, berkembang nilai-nilai konsumerisme dan individual yang menggeser nilai-nilai sosial masyarakat.
d. Terjadi dehumanisasi , yaitu derajat manusia nantinya tidak dihargai karena lebih banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi.
2.3 Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi
saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan denga
n
menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara s.eperti
ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal (Wikipedia/komunikasi)
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu untuk menghasilkan efek/tujuan
dengan mengharapkan feedback atau umapan balik (Ade Chandra, Sos).
Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana seorang komunikator menyampaikan lambing-lambang yang mengandung arti lewat
saluran tertentu kepada komunikan. Wiryanto, dalam fajri.2002. oleh Krisna Sari Rachman, (2005:5).
Mulyana, dkk (200:12) menyatakan bahwa komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui perrtukaran pesan dan berfungsi sebagi jembatan untuk mempersatukan manusia
dengan manusai yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu mengemuka lewat prilaku manusia, ketiak berbicara sebenarnya
kita sedang berperilaku. Ketika kita melambaikan tangan, tersenyum, bermuka masam, menganggukan kepala, atau member suatu isyarat,
kita juga sedang berperilaku untuk mengkomunikasi sesuatu kepada orang lain.
Komunikasi menurut Onong U, Effendy (1999: 9) bahwa istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggrisnya Communication berasal
dari kata latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna antara
kedua belah pihak yang terlibat.
Sedangkan menurut Carl I, Hovland yaitu komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Communication is the process
to modify the behavior of other individuals), (Effendy, 1999: 10).
Menurut Liliweri (1991:20), kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan dengan mengunakan tanda-tanda yang tegas.
Komunikasi juga berarti pembagian unsur-unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian tanda-tanda.
Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah
iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Karena itu, untuk membuat komunikasi menjadi efektif, harus dipahami betul siapa khalayak sasarannya,
secara kuantitatif maupun kualitatif.
2.3.1 Sejarah komunikasi
Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal
digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi
juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.
Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi
fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem
limbik otak manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan,
gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya
akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena
pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang
pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik
yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa,
komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu
sendiri. Mencari teori komunikasi yang terbaik pun tidak akan berguna karena komunikasi adalah kegiatan yang lebih dari satu aktifitas.
Masing-masing teori dipandang dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara terpisah mereka mengacu dari sudut pandang
mereka sendiri (Wikipedia/komunikasi).
2.3.2 Komponen Komunikasi

Gambar 2.12 Tabel 1 : Model proses komunikasi oleh Philip Kotler.
Keterangan bagan:
1. Sender adalah pihak yang berperan di dalam menyampaikan pesan kepada pihak lain.
2. Encoding adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk – bentuk simbolis.
3. Message adalah pesan yang hendak disampaikan atau dikirim.
4. Media adalah saluran komunikasi yang digunakan dalam penyampaian pesan.
5. Decoding adalah proses dimana penerima pesan menerima dan mengintrepretasikan pesan yang diterima.
6. Receiver adalah pihak yang berperan sebagai penerima pesan.
7. Response adalah reaksi yang timbul dari pihak penerima pesan setelah menerima sebuah pesan.
8. Feedback adalah bagian dari response pihak receiver yang disampaikan kepada sender.
9. Noise adalah gangguan yang timbul dalam proses komunikasi.

2.3.3 Langkah-Langkah Dalam Membangun Komunikasi Efektif
Berikut ini adalah langkah – langkah yang dapat dilakukan oleh produsen atau pemasar di dalam menciptakan dan mengembangkan komunikasi
efektif terhadap konsumen, yaitu (Kotler & Amstrong, 2005):
1. Mengidentifikasi target audiens.
Langkah awal yang perlu untuk dilakukan adalah mengidentifikasi siapa yang menjadi target audiens. Target audiens bisa merupakan calon
konsumen potensial atau pelanggan perusahaan serta orang – orang yang berperan dalam memberikan pengaruh dan mempunyai otoritas dalam
pengambilan keputusan pembelian.
2. Menetapkan sasaran – sasaran komunikasi yang ingin dicapai.
Untuk dapat menetapkan sasaran komunikasi yang tepat maka pemasar harus memahami tahapan – tahapan normal yang dilalui oleh seorang
konsumen sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian. Tahapan tersebut, terdiri dari enam tahap dikenal dengan istilah buyer
readiness stage. Berikut tahapan dari buyer readiness stage, yaitu:
a. Awareness adalah kesadaran konsumen atas sebuah produk atau merek tertentu.
b. Knowledge adalah pengetahuan konsumen atas sebuah produk atau merek tertentu.
c. Liking adalah perasaan suka konsumen atas sebuah produk atau merek tertentu.
d. Preference adalah preferensi konsumen atas sebuah produk atau merek tertentu
e. Conviction adalah keyakinan konsumen atas sebuah produk atau merek tertentu.
f. Purchase adalah pembelian konsumen atas sebuah produk atau merek tertentu.
3. Mendesain pesan yang hendak dikomunikasikan.
Hal yang harus diperhatikan di dalam mendesain sebuah pesan yang akan dikomunikasikan adalah:
a. Message Content
Isi dari sebuah pesan dibagi menjadi tiga jenis yaitu: rational appeals, emotional appeals, dan moral appeals. Rational appeals berarti
isi pesan yang disampaikan berkaitan dengan apa yang menjadi minat dari target audiens. Emotional appeal berarti isi pesan yang disampaikan
berkaitan dengan campuran emosi dari target audiens. Sedangkan moral appeals berarti isi pesan yang disampaikan berkaitan dengan nilai – nilai
dari target audiens.
b. Message Structure
Sebuah pesan yang akan disampaikan kepada target audiens memiliki tiga pilihan struktur pesan, yaitu:
- Memberikan kesimpulan pada akhir pesan yang disampaikan atau memberikan kesempatan kepada target audiens untuk membuat kesimpulan sendiri.
- Menempatkan pendapat yang kuat di awal pesan atau di akhir pesan.
- Menampilkan hanya kelebihan sebuah produk atau selain menampilkan kelebihan produk dan juga menampilkan keterbatasan suatu produk.
c. Message Format
Format sebuah pesan berhubungan dengan pembuatan dan pemakaian dari headline, coppy, ilustrasi, dan warna. Pemasar harus dapat mengkombinasikan
dengan baik elemen – elemen yang dapat digunakan dalam menyusun sebuah format pesan yang baik untuk dapat menarik perhatian target audiens dan
meningkatkan efektivitas sebuah pesan.

4. Memilih media dalam komunikasi pesan.
Pemasar dapat memilih dua jenis dari saluran komunikasi yaitu komunikasi personal dan komunikasi non personal. Komunikasi personal melibatkan
percakapan antara dua orang atau lebih bisa melalui tatap muka, telepon, surat, dan internet. Sedangkan komunikasi non personal bisa dilakukan
melalui media cetak (koran, majalah, brosur), media siaran (televisi, radio), media display (billboard, rambu, poster), dan media online (internet).
5. Memilih sumber pesan
Sumber pesan adalah pihak yang dijadikan sumber di dalam penyampaian pesan. Kesalahan dalam pemilihan sumber pesan akan memberikan dampak atas
hasil dari komunikasi pemasaran yang dilakukan. Pemasar dapat menggunakan opinion leader dan bahkan karakter film kartun untuk menjadi sumber pesan.
6. Mengumpulkan respon balik dari target audiens.
Tahap akhir yang harus dilakukan pemasar adalah mengumpulkan respon balik dari target audiens atas kegiatan komunikasi yang telah dilakukan.
Respon balik ini sangat penting sebab jika respon balik konsumen terhadap suatu komunikasi pemasaran negatif maka pemasar dapat dengan segera
mengubah strategi program komunikasi produknya.
2.4 Belajar, Pembelajaran dan Sumber Belajar
Menurut Gagne (1984) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway
dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi
dan faktorfaktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila
memiliki tiga ciriciri sebagai berikut.

1. Belajar adalah perubahan tingkah laku
2. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena.pertumbuha.
3. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang
cukup lama.
5.Belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkah laku seseorang
berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker : 1974 dalam Toeti 1992:10).

Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan
belajar mengajar dikelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan
pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi
dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama
dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru
untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain
pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa
dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan
proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol ( Arief Sukadi 1984:8).
perubahan sebagai hasil kegiatan belajar dapat berupa aspek kognitif, psikhomotor maupun afektif.


2.4.1 Pembelajaran
Menurut Ouda Teda Ena (2001), pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan
berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Sedangkan menurut Max Darsono dkk (1992) pengertian pembelajaran dapat dibagi menjadi
dua yaitu secara umum dan secara khusus.
1. Umum
Belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku, sehingga pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh guru sedemikin rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.
2. Khusus
a. Behavioristik
Pembelajaran adalah suatu usaha membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus
dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah atau reinforcement (penguatan).
b. Kognitif
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agae dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.
c. Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru untuk memeberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya)
menjadi suatu gestalt (pola bermakna).
d. Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya dengan minat dan kemampuannya.
Kebebasan yang dimaksud tidak keluar dari kerangka belajar. Proses pembelajaran mencakup tiga komponen, yaitu input, proses dan output.
Contoh komponen input antara lain entry behavior yang dimiliki peserta didik, bahan pelajaran yang cukup relevan dan up-to-date,
atau media belajar dan lain-lain. Contoh komponen proses antara lain strategi pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran. Sedangkan
komponen output adalah hasil dari pembelajaran seperti prestasi peserta didik.
Dalam pembelajaran tentu ada suatu cara atau teknik tertentu, baik itu penyampaian maupun media yang digunakan. Salah satu metode yang
banyak berkembang adalah pembelajaran melalui media visualisasi dalam bentuk penyajian butir-butir kalimat yang dilengkapi dengan gambar
-gambar dan suara.
Ibrahim dan Weston (1999) mengatakan bahwa gambar-gambar yang menarik selain mempermudah pemahaman juga menjadi penunjang latihan yang
cukup efektif. Beberapa metode pembelajaran dapat dikemas dalam bentuk media pembelajaran visual seperti metode penyampaian materi
dengan symbol atau gambar dan suara, metode pemberian contoh soal dan tanya jawab, serta pemberian soal test dari materi yang telah diberikan.
2.4.2 Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2002), kata media berasal dari bahasa latin ‘medius’ yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’.
Menurut Bovee yang dikutip Ouda Teda Ena (2001), media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Sedangkan Berlach
dan Ely (1971) mengemukakan bahwa media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk
menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Dengan demikian media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Secara umum media mempunyai
kegunaan dapat memperjelas pesan agar tidak terlalu verbal. Media dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra. Dengan
media akan menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.
Secara umum media pengajaran bahasa dapat dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu media pandang (visual aids), media dengar (audio aids) dan media dengar pandang (audio-visual aids).
Media pandang dapat berupa benda-benda alamiah, orang dan kejadian; tiruan benda-benda alamiah, orang dan kejadian; dan gambar
benda-benda alamiah, orang dan kejadian (Effendi, 1984). Dimulai dari media pengajaran bahasa inilah tercipta suatu media pembelajaran
dalam bentuk audio visual. Media pembelajaran audio visual dapat dihadirkan dengan bantuan komputer yang memungkinkan suatu bentuk media
pembelajaran yang menarik. Menurut Heinich, dkk (1985) media pembelajaran adalah media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang
bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran. Sedangkan menurut Martin dan Briggs (1986) mengemukakan bahwa media
pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan si-belajar. Hal ini bisa berupa perangkat keras dan
perangkat lunak yang digunakan pada perangkat
keras. Demikian pula menurut H. Malik (1994) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan
pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan si belajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Dengan demikian media pembelajaran adalah suatu media yang berfungsi untuk membawakan pesan pembelajaran.
Ciri – ciri media pembelajaran diantaranya adalah penggunaanya dikhususkan atau dialokasikan pada kepentingannya, merupakan alat untuk
menjelaskan apa yang ada dibuku pelajaran baik berupa kata-kata simbol atau bahkan angka-angka, media pembelajaran bukan hasil kesenian,
pemanfaatan media pembelajaran tidak sebatas pada suatu keilmuwan tertentu tapi digunakan pada seluruh keilmuwan.
• Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat.
• Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar.
• Penggunaan mediamempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu mediajuga harus merangsang pembelajar mengingat
apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru.
• Media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan
praktek-praktek dengan benar.
Menurut Kemp dan Dayton (1985), media pembelajaran mempunyai kontribusi yaitu :
• penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar,
• pembelajaran dapat lebih menarik,
• pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar,
• waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek,
• kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan,proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, sikap positif siswa
terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, peran guru berubah kearah yang positif.
Dengan demikian suatu media pembelajaran harus dapat berfungsi untuk kepentingan pembelajaran, berperan menggantikan fungsi dan tugas-tugas
dalam pembelajaran.

2.4.3 Multimedia
Multimedia dapat diartikan sebagai lebih dari satu media. Multimedia oleh Ariesto Hadi Sutopo (2003:196), diartikan sebagai kombinasi dari
macammacam objek multimedia, yaitu teks, image, animasi, audio, video, dan link interaktif untuk menyajikan informasi. Sedangkan Gayeski
(1993) mendefinisikan multimedia sebagai kumpulan media berbasis komputer dan sistem komunikasi yang berperan untuk membina, menyimpan,
mengirim dan menerima informasi yang berisi teks, grafik, audio dan sebagainya. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa multimedia
merupakan penyatuan dua atau lebih media komunikasi seperti teks, grafik, animasi, audio dan video dengan ciri-ciri interaktif komputer
untuk menghasilkan satu tampilan yang menarik.
Multimedia terdiri dari beberapa unsur diantaranya teks, grafik, adio, video, dan animasi.
1. Teks
Teks adalah kombinasi huruf yang membentuk satu kalimat yang menerangkan atau membicarakan sesuatu topik dan topik ini dikenal sebagai
informasi berteks. Teks merupakan asas utama di dalam menyampaikan informasi.
2. Grafik
Agnew dan Kellerman (1996) mendefinisikan grafik sebagai garis, lingkaran, kotak, bayangan, warna dan sebagainya yang dibuat dengan
menggunakan program grafis. Grafik menjadikan penyampaian informasi atau tampilan lebih menarik dan efektif. Grafik merupakan rumusan
data dalam bentuk visual.
3. Audio
Audio didefinisikan sebagai semua jenis bunyi dalam bentuk digital seperti suara, musik, narasi dan sebagainya yang bisa didengar.
Suara latar atau kesan audio dapat membantu di dalam penampilan atau penyampaian data. Audio juga meningkatkan daya tarik dalam suatu tampilan.
4. Video
Video adalah media yang dapat menunjukkan benda nyata. Agnew dan Kellerman (1996) mendefinisikan video sebagai media digital yang
menunjukkan susunan atau urutan gambar-gambar diam dan memberikan ilusi, gambaran serta fantasi kepada gambar yang bergerak.Video
menyediakan satu kaedah penyaluran informasi yang amat menarik dan live. Video merupakan sumber atau media yang paling dinamik serta
efektif dalam menyampaikan sesuatu informasi. Video sebagai satu sumber penyimpanan informasi dan sumber acuan yang efektif
5. Animasi
Animasi merupakan satu teknologi yang membolehkan gambar bergerak kelihatan seolah-olah hidup, dapat bergerak, beraksi dan berbicara
(Neo & Neo 1997). Animasi yang sedang melakukan suatu kegiatan, dan lain-lain. Informasi yang disajikan melalui multimedia ini berbentuk
dokumen yang hidup, dapat dilihat dilayar monitor, atau ketika diproyeksikan ke layar lebar melalui overhead projector, dan dapat didengar
suaranya, dilihat gerakannya (video atau animasi). Multimedia bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik,
mudah dimengerti, dan jelas. Informasi akan mudah dimengerti karena sebanyak mungkin indera, terutama telinga dan mata digunakan untuk menyerap
informasi tersebut.
Multimedia sendiri terdiri dua kategori, yaitu movie linear dan non linear (interaktif). Movie non linear dapat berinteraksi dengan aplikasi web
yang lain melalui penekann sebuah tombol navigasi, pengisian form. Desainer web membuat movie non linear dengan membuat tombol navigasi, animasi
logo, animasi bentuk, dengan sinkronisasi suara. Untuk movie linear pada prinsipnya sama dengan movie non linear, akan tetapi dalam movie ini tidak
ada penggabungan seperti pada movie non linear hanya animasi-animasi biasa.
Definisi sistem multimedia dari terjemahan ( American Heritage Dictionary) adalah sistem yang terdiri dari pengolahan oleh komputer, integrasi,
manipulasi, perwakilan, penyimpanan dan komunikasi bagi data yang dikodekan melalui media analog (time-dependent) menjadi media digital
(time-independent). Umumnya terdapat empat ciri utama sistem multimedia yaitu :
System multimedia berbasis komputer, unsur-unsur multimedia diintegrasikan, data yang disampaikan adalah secara digital, antarmuka kepada
pengguna adalah interaktif.
Pengertian multimedia interaktif adalah mengintegrasikan teks, gambar, suara, video ke dalam sistem penyajian informasi yang saling-taut
(interlinked) dan menyediakan sarana interaksi antara sajian informasi dengan dan penggunanya melalui antarmuka-pengguna (user interface).
Dua ciri yang menjadikan sebuah sistem multimedia itu lebih interaktif dan menyediakan pencapaian informasi secara non-linear adalah
hiperteks dan hipermedia. Hiperteks mewakili satu pencapaian linear atau non- linear terhadap data atau dokumen berteks melalui teks
sebagai perantaranya. Lazimnya konsep hiperteks ini diwakili oleh teks yang berwarna biru serta digariskan seperti :
hiperteks. Contoh :
• html yang hanya berisi teks (artikel, daftar link).
• Sedang hipermedia mewakili satu pencapaian linear atau non- linear terhadap data atau dokumen (teks, grafik, audio, video,
animasi) melalui teks, gambar, video dan lain-lain sebagai perantara. Konsep hipermedia ini lebih menarik dan menyediakan variasi
dari segi bentuk data yang diperoleh dan tidak hanya menggunakan teks semata-mata misalnya web dengan tampilam bergambar, ada suara
atau animasinya contohnya halaman utama web.
Menurut Thorn (1995) salah satu kriteria untuk menilai multimedia interaktif adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang
sesederhana mungkin sehingga pembelajar tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Konsep sederhana dari media pembelajaran interaktif
adalah sebagai alat bantu pembelajaran yang didalamnya membutuhkan interaksi dengan pengguna. Dengan kata lain, perangkat lunak membutuhkan
respon dari pengguna dan merespon balik kepada pengguna tersebut. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan
oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. Dengan demikian fungsi
multimedia interaktif menyajikan bentuk multimedia yang bersifat interaktif dan menarik.

2.5 Prinsip Umum Desain User Interface
Deborah J. Mayhew, dengan General Principles Of UI Design, atau Prinsip Umum Desain User Interface. Ada 17 prinsip yang harus dipahami para
perancang sistem, terutama untuk mendapatkan hasil maksimal dari tampilan yang dibuat.
a. User Compatibility, yang bisa berarti kesesuaian tampilan dengan tipikal dari user. karena berbeda user bisa jadi kebutuhan tampilannya
berbeda. misalnya, jika aplikasi diperuntukkan bagi anak-anak, maka jangan menggunakan istilah atau tampilan orang dewasa.
b. Product Compatibility, istilah ini mengartikan bahwa produk aplikasi yang dihasilkan juga harus sesuai. memiliki tampilan yang sama/serupa.
baik untuk user yang awam maupun yang ahli.
c. Task Compatibility, berarti fungsional dari task/tugas yang ada harus sesuai dengan tampilannya. misal untuk pilihan report, orang akan
langsung mengartikan akan ditampilkan laporan. sehingga tampilan yang ada bukanlah tipe data (dari sisi pemrogram).
d. Work Flow Compatibility, aplikasi bisa dalam satu tampilan untuk berbagai pekerjaan. jika tampilan yang ada hanya untuk satu pekerjaan saja.
Missal untuk kirim mail, maka kita harus membuka tampilan tersendiri untuk daftar alamat.
e. Consistency. Konsisten. Contohnya, jika anda menggunakan istilah save yang berarti simpan, maka gunakan terus istilah tersebutf
f. Familiarity, Icon disket akan lebih familiar jika digunakan untuk perintah menyimpan.
g. Simplicity, aplikasi harus menyediakan pilihan default untuk suatu pekerjaan.
h. Direct Manipulation, manipulasi secara langsung. misalnya untuk mempertebal huruf, cukup dengan ctrl+B.
i. Control, berikan kontrol penuh pada user, tipikal user biasanya tidak mau terlalu banyak aturan
j. WYSIWYG, What You See Is What You Get, buatlah tampilan mirip seperti kehidupan nyata user. dan pastikan fungsionalitas yang ada berjalan
sesuai tujuan.
k. Flexibility, tool/alat yang bisa digunakan user. jangan hanya terpaku pada keyboard atau mouse saja.
l. Responsiveness, tampilan yang dibuat harus ada responnya. misal, yang sering kita lihat ketika ada tampilan please wait... 68%...
m. Invisible Technology. user tidak penting mengetahui algoritma apa yangdigunakan. Contohnya untuk mengurutkan pengguna tidak perlu mengetahui
algoritma yang digunakan programmer (max sort, bubble sort, quick sort, dst)
n. Robustness, handal. Dapat mengakomodir kesalahan user. jangan malah error, apalagi sampai crash.
o. Protection, melindungi user dari kesalahan yang umum dilakukan. Misalnya dengan memberikan fitur back atau undo.
p. Ease of Learning. aplikasi. mudah dipelajari.
q. Ease of use, aplikasi harus mudah digunakan

2.6 Anak
2.6.1 Teori Perkembangan Kognitif
Dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan
dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema
tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan
informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan
kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang
termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan
anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
• Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
• Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
• Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
• Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi
refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat
objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun
jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara
mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda
atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak
mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya
di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi
seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan
menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika
yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk
gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan
cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan
bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas
tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta,
bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat
dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional
konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak
ada urutan yang mundur.
• Universal (tidak terkait budaya)
• Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
2.7 Perkembangan keterampilan membaca
Belajar membaca mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima
tahapan dalam perkembangan kemampuan membaca, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.
Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam
alfabet. Kemudian pada saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “membaca” beberapa kata, seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.”
Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini karena seringnya melihat di televisi atau pun di sisi jalan serta meja makan. Hal
ini mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak
tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini dikarenakan pengaruh acara televisi
anak seperti “Sesame Street.”
Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk
menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata. Kemampuan ini diikuti dengan tahap kedua pada kelas dua dan tiga, di mana anak
sudah belajar membaca dengan fasih. Di akhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat
membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.
Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8. Anak-anak
pada tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis, dan ini direfleksikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di kelas ini
diharapkan belajar dari buku yang mereka baca. Jika anak belum menguasai “ how to” membaca ketika kelas empat, maka kemajuannya membaca untuk
kelas selanjutnya bisa terhambat.
tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan kemampuan baca yang sangat fasih. Anak menjadi semakin dapat memahami beragam
materi bacaan dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca.

2.7.1 Komponen Belajar Membaca

Kendati kebanyakan anak belajar membaca di sekolah, namun sebagian besar anak belajar tentang membaca di rumah. Mereka belajar
simbol tertulis sesuai dengan bahasa tutur ketika menyampaikan arti kepada orang lain.
Tapi kebanyakan anak pra-sekolah tidak membaca—tidak benar benar membaca. Mereka mungkin dapat mengidentifikasi Coca-Cola, Burger
King, atau tanda Fruit Loops ketika melihatnya, tapi ini bukan benar-benar membaca. Kendati demikian, apa yang dipelajari anak selama berbicara
dengan orangtua tadi adalah kemampuan menyusun tahap membaca yang sebenarnya. Gagasan bahwa ada kontinum perkembangan kemampuan membaca, dari
anak usia pra-sekolah hingga yang sudah menjadi pembaca fasih, dikatakan sebagai emergent literacy.
Whitehurst dan Lonigan (1990 mencatat sembilan komponen emergent literacy, sebagai berikut.
1. Language: membaca merupakan kemampuan bahasa, dan anak-anak harus cakap dengan bahasa tutur. kemampuan membaca yang terampil juga
memerlukan lebih dari sekedar kecakapan bahasa tutur. Membaca tidak berarti refleksi bahasa tutur, di mana anak yang memiliki kecakapan bahasa
yang tinggi akan menjadi anak dengan kemampuan membaca yang juga baik.
2. Convention of print: anak-anak yang dipaparkan kepada pembacaan di rumah melalui penemuan cetak. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris,
anak-anak belajar bahwa membaca dilakukan dari kiri kek kanan, atas ke bawah, dan dari depan ke belakang.
3. Knowledge of letters: Kebanyakan anak-anak dapat menceritakan ABC sebelum mereka masuk ke sekolah dan dapat mengidentifikasi individu
huruf dari alphabet (kendati beberapa anak berpikir “elemeno” adalah nama huruf antara “k” dan “p”. pengetahuan huruf sangat kritis bagi kemampuan
baca. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak taman kanak-kanak untuk menamai huruf memprediksikan nilai yang dapat
diraihnya pada kemampuan membaca di kemudian hari.
4. Linguistic awareness; anak harus belajar mengidentifikasi tidak saja huruf melainkan unit linguistik, seperti fonem, silabel, dan kata.
Mungkin yang paling penting dari kemampuan linguistik untuk membaca adalah pengolahan fonologi, atau diskriminasi dan mengartikan berbagai suara bahasa.
5. Korespondensi phoneme-grapheme: Ketika anak sudah memahami bagaimana mensegmentasikan dan mendiskriminasikan beragam suara bahasa, maka
mereka harus mempelajari bagaimana suara ini sesuai dengan huruf tertulis. Kebanyakan proses ini dimulai di masa pra-sekolah, di mana pengetahuan
huruf dan sensitivitas fonologis berkembang secara simultan dan resiprok.
6. Emergent reading: banyak anak-anak pura-pura membaca. Mereka akan mengambil buku cerita yang sudah akrab bagi mereka dan “membaca” halaman
per halamannya, atau akan mengambil buku yang belum akrab bagi mereka dan pura-pura membaca, membuat narasi sesuai dengan gambar di halaman tersebut.
7. Emergent writing: Sama dengan pura-pura membaca, anak-anak juga sering berpura-pura menulis, membuat garis lekuk (squiggle) pada sebuah
halaman untuk “menuliskan” nama atau cerita mereka, atau merangkai huruf yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang menurut mereka sesuai dengan cerita.
8. Motivasi print: seberapa tertariknya anak-anak dalam membaca dan menulis? Seberapa pentingkah bagi mereka untuk memahami kode rahasia yang
memungkinkan orangtua mengartikan serangkaian tanda pada sebuah halaman? Beberapa bukti mengindikasikan bahwa anak kecil lebih tertarik dalam print
(huruf cetak) dan membaca memiliki skill emergent literacy yang lebih besar ketimbang yang kurang termotivasi untuk melakukannya. Anak-anak yang
tertarik dalam membaca dan menulis lebih mungkin mengetahui huruf cetak, mengajukan pertanyaan tentang print, mendorong orang dewasa untuk
membacakannya untuk mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca ketika mereka sudah bisa.
9. Other Cognitive Skill: Kemampuan kognitif individu, di samping yang berkaitan dengan bahasa dan kesadaran linguistik mempengaruhi
kemampuan baca anak-anak. Berbagai aspek lain memori sangatlah penting di sini yang juga ikut mempengaruhi kemampuan membaca.

Hubungan antara beberapa komponen emergent literacy dengan kemampuan baca terkadang sulit dijelaskan. Namun demikian, jelas halnya
bahwa keluarga memberikan “The Whole Package”. Munculnya keterampilan emergent literacy kepada anak-anaknya akhirnya anak akan membantu nantinya
untuk memiliki kemampuan yang baca lebih baik baik di awal sekolah maupun di kemudian hari, daripada keluarga yang hanya memberikan paket
sedikit-sedikit (Bialystok, 1996; Whitehurst & Lonigan, 1998). Ini dibenarkan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kemampuan emergent literacy selama masa pra sekolah dengan kemampuan membaca di sekolah dasar (Lonigan, Burgess, & Anthony,
2000; Storch & Whitehurst, 2002).
2.7.2 Kemampuan membaca dan perkembangan kognitif

Phonemic awareness, adalah salah satu skill yang dapat memprediksikan kemampuan membaca di kemudian hari, Phonemic awareness adalah pengetahuan
tentang huruf yang dapat dipisahkan dari suara. ‘kesadaran ini belum muncul pada anak-anak prescholl. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitivitas
anak-anak terhadap ritme akan berujung pada kesadaran fonem, yang sebaliknya mempengaruhi kemampuan baca dan menjadikannya lebih mudah bagi anak-anak
untuk mengenali kata-kata tertulis baik yang bersuara ataupun yang mirip (misalnya, cat dan at). Anak yang sedari kecil memiliki kemampuan phonemic
awareness yang baik dapat dipastikan kemampuan membacanya juga baik.

Phonologic Recoding. Alasan bahwa kesadaran Phonologis merupakan predictor untuk kemampuan baca awal adalah karena kemampuan baca awal yang secara
umum melibatkan penyuaraan kata-kata. Proses phonologic recoding ini merupakan dasar dari mayoritas program instruksi membaca di AS saat ini.
Anak-anak diajarkan mendengar huruf dan mencoba mencocokkan antara huruf dan suara.
Kemampuan baca yang benar-benar fasih tidak dilakukan dengan menyuarakan setiap huruf namun dengan secara langsung mendapatkan arti
keseluruhan kata dari memori (keseluruhan kata yang berdasar visual).
Kunci bagi kemampuan baca yang fasih adalah proses automatization (otomatisasi), yakni pemerolehan arti kata tanpa melakukan usaha (otomatis).
Kemampuan mengakses arti kata, memperluas sumberdaya terbatas dari seseorang dalam proses ini sangat penting bagi kemampuan baca yang terampil.
Ketika terlalu banyak sumberdaya mental digunakan hanya untuk mendapatkan arti kata individual, maka terlalu sedikit sumberdaya yang tertinggal
untuk memenggal akta-kata dan memahami arti yang lebih besar dari suatu teks.
2.7.3 Pengajaran Membaca

Ada dua pendekatan penting pada instruksi membaca (reading instruction) dan komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini.
Pada dasarnya (dan secara sederhana) instruksi membaca dapat dipikirkan sebagai, baik itu (1) proses bawah ke atas (bottom-up process), anak-anak
mempelajari komponen-komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi huruf, korespondensi suara-huruf [letter-sound correspondence]) dan
meletakkannya bersamaan untuk memperoleh makna; atau (2) proses atas ke bawah (top-down process), tujuan, pengetahuan latar belakang,
dan ekspektasi anak-anak menentukan informasi apa yang dipilih dari teks. Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis,
mengingat kembali ide-ide Piaget. Tentu saja, membaca yang terampil melibatkan bottom-up dan top-down process, pembuatan tiap dikotomi artifisial.
Namun demikian, reading instruction, terutama pada tingkat awal, sering menekankan satu terhadap lainnya, dan oleh karena itu dikotomi memiliki
beberapa dasar dalam realitas.
Kurikulum yang menekankan bottom-up process ditunjukkan melalui metode fonik (phonics method). Di sini, anak-anak diajar korespondensi
suara- huruf spesifik, sering kali independen pada tiap konteks “yang penuh makna”. Kurikulum yang menekankan top-down process ditunjukkan melalui
pendekatan bahasa-menyeluruh (whole-language approach). Menurut Marilyn Adams dkk., “whole-language approach menekankan bahwa pembelajaran
dilabuhkan pada dan dimotivasikan oleh makna. Selanjutnya, dikarenakan pemaknaan dan kepemaknaan yang penuh (meaningfulness) perlu didefiniskan
secara internal dan tidak pernah melalui pernyataan (pronouncement), pembelajaran dapat efektif hanya pada seberapa jauh pembelajaran secara
kognitif dikendalikan oleh siswa”. Oleh karena itu, kurikulum bahasa-menyeluruh (whole-language curricula) menekankan pada ketertarikan membaca
(reading interesting) dan teks penuh makna (meaningful text) sejak dini. Ruang kelas di mana bahasa keseluruhan diajarkan, lebih cocok berpusat
pada siswa (student centered) dibandingkan dengan berpusat pada guru (teacher centered), memiliki integrasi membaca dan menulis dalam keseluruhan
kurikulum, memiliki penghindaran latihan bahasa, dan memiliki kesempatan kecil dalam hal pengelompokan kemampuan secara kaku.
Bukti penelitian yang didiskusikan semestinya membuat gamblang pentingnya pemrosesan level dasar (bottom-up) dalam pembelajaran membaca.
Keterampilan fonologis merupakan prediktor tunggal terbaik kemampuan membaca (dan ketidakmampuan membaca). Kemampuan tersebut tidak berkembang secara
spontan, dan biasanya mengeksplisitkan instruksi. Kurikulum yang mengabaikan phonics, mengabaikan tentang bagaimana “bermaknanya” phonics membuat
pengalaman membaca, sedang meresikokan melek huruf pada kebanyakan siswanya.

2.8 Desain Gerafis
2.8.1 Dasar Desain Grafis
Teori desain grafis yang disarikan dari Supatmo dan Sri Sartono (2006) adalah sebagai berikut :


1. Pengertian
Istilah grafis berasal dari kata “”graphein” yang berarti menulis atau menggambar. Pada perkembangan selanjutnya, istilah grafis digunakan
untuk merujuk tentang tampilan visual yang berkenaan dengan tata huruf (tipografi), gambar (drawing), dan foto atau citra (image),
serta penataletakan (lay out)-nya.
Grafis komputer adalah istilah yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi atau menyebut perwujudan grafis secara computerized.
Definisi Desain Grafis adalah salah satu bentuk seni lukis (gambar) terapan yang memberikan kebebasan kepada sang desainer (perancang)
untuk memilih, menciptakan, atau mengatur elemen rupa seperti ilustrasi, foto, tulisan, dan garis di atas suatu permukaan dengan tujuan
untuk diproduksi dan dikomunikasikan sebagai sebuah pesan. Gambar maupun tanda yang digunakan bisa berupa tipografi atau media lainnya
seperti gambar atau fotografi. Desain grafis umumnya diterapkan dalam dunia periklanan, packaging, perfilman, dan lain-lain.
Desain Grafis juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang media untuk menyampaikan informasi, ide, konsep, ajakan dan sebagainya kepada
khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan, foto, ilustrasi dan lain sebagainya. Desain grafis adalah solusi komunikasi
yang menjembatani antara pemberi informasi dengan publik, baik secara perseorangan, kelompok, lembaga maupun masyarakat secara luas yang diwujudkan
dalam bentuk komunikasi visual. Sebagaimana layaknya informasi yang disampaikan menggunakan bahasa lisan (suara) yang dapat disampaikan secara tegas,
ceria, keras, lembut, penuh gurauan, formal, dan sebagainya dengan menggunakan gaya bahasa dan volume suara yang sesuai. Desain grafis juga dapat
melakukan hal serupa. Kita dapat merasakan sendiri setelah membaca sebuah berita (tulisan), melihat foto atau ilustrasi, melihat permainan warna
dan bentuk dari sebuah karya design yang berbentuk publikasi cetak, nuansa yang ditimbulkannya.
Apakah informasi itu tegas, formal, bergurau, lembut, anggun, elegan dan sebagainya. Kenapa kita dapat merasakan hal itu? Kenapa obyek publikasi
itu bias menimbulkan kesan dan pesan sesuai dengan yang ingin disampaikan hingga dimengerti oleh kita sebagai pembaca? Jawabannya adalah karena
adanya unsurunsur design dan prinsip-prinsip design yang ada dalam sebuah karya design tersebut, baik disadari maupun tidak disadari oleh pembuatnya.
Ada beberapa tokoh menyatakan pendapatnya tentang desain grafis. Menurut Suyanto desain grafis didefinisikan sebagai ” aplikasi dari keterampilan seni
dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri”.
Aplikasi-aplikasi ini dapat meliputi periklanan dan penjualan produk, menciptakan identitas visual untuk institusi, produk dan perusahaan, dan
lingkungan grafis, desain informasi, dan secara visual menyempurnakan pesan dalam publikasi. Sedangkan Jessica Helfand dalam situs http://www.aiga.
com/ mendefinisikan desain grafis sebagai kombinasi kompleks kata-kata dan gambar, angka-angka dan grafik, foto-foto dan ilustrasi yang membutuhkan
pemikiran khusus dari seorang individu yang bias menggabungkan elemen-eleman ini, sehingga mereka dapat menghasilkan sesuatu yang khusus, sangat berguna,
mengejutkan atau subversif atau sesuatu yang mudah diingat. Menurut Danton Sihombing desain grafis mempekerjakan berbagai elemen seperti marka, simbol,
uraian verbal yang divisualisasikan lewat tipografi dan gambar baik dengan teknik fotografi ataupun ilustrasi.
(komunikasi visual) adalah latihan teori dan konsep-konsep melalui terma-terma visual dengan menggunakan warna, bentuk, garis dan penjajaran (juxtaposition). Warren dan Suyanto memaknai desain grafis sebagai suatu terjemahan dari ide dan tempat ke dalam beberapa jenis urutan yang struktural dan visual. Sedangkan Blanchard mendefinisikan desain grafis sebagai suatu seni komunikatif yang berhubungan dengan industri, seni dan proses dalam menghasilkan gambaran visual pada segala permukaan
Desain grafis secara garis besar dibedakan menjadi beberapa kategori :
• Printing (percetakan) yang memuat desain buku, majalah, poster, booklet, leaflet, flyer, pamflet, periklanan, dan publikasi lain yang sejenis.
• Web Desain : desain untuk halaman web.
• Film termasuk CD, DVD, CD multimedia untuk promosi.
• Identifikasi (logo), EGD (Environmental Graphic Design) : merupakan desain professional yang mencakup desain grafis, desain arsitek, desain
industri, dan arsitek taman.
• Desain produk, pemaketan dan sejenisnya.

2.8.2 . Unsur Desain Grafis
a. Tipografi
Tipografi juga sering disebut seni huruf. Program aplikasi computer grafis menyediakan unsur tipografi (font) dengan berbagai karakter yang
telah dibakukan. Secara prinsip pemakaian, semua jenis huruf adalah baik, namun tergantung dari konteks kesan yang ingin diciptakan. Karakter
huruf tanpa kait, misalnya, memiliki tingkat keterbacaan dengan cepat dan sangan komunikatif, sehingga cocok dipakai sebagai unsur teks pada
tampilan media presentasi.
Karakter huruf yang digayakan memiliki citra estetis (artistik) tetapi cenderung memiliki tingkat keterbacaan lambat dan kurang komunikatif.
Setiap jenis huruf (font) memiliki kesan karakter dan tingkat keterbacaan tersendiri.
Pada program aplikasi olah grafis (Corel Draw, Macromedia Free Hand, Adobe Illustrator) terdapat fasilitas untuk memanipulasi huruf (font)
bahkan dapat mengkonversi font menjadi modus vektor atau kurve.

THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
THE QUICK BROWN FOX JUMPS OVER THE LAZY DOG
Gambar. Berbagai Alternatif Tipografi



b. Gambar (Drawing)
Program aplikasi komputer grafis “olah gambar” menyediakan piranti dan fasilitas untuk membuat gambar, dengan modus kurve. Gambar tersebur juga dapat
dikombinasi dengan gambar dari aplikasi lain (multi tasking), atau input eksternal dengan piranti keras pemindai (scanner), kamera digital dan piranti
capture lainnya. Dalam hal ini, gambar bisa tampil dalam berbagai modus seperti ikon, logo, lambang, bagan, grafik, model, dan sebagainya.
Gambar 2.8.7 . a.Gambar hasil multi tasking


c. Foto atau Citra (Image)
Foto adalah salah satu unsur penting pada tampilan grafis agar menarik. Untuk memenuhi kepentingan tersebut, aplikasi komputer grafis telah menyediakan
program “olah citra”, dari profesional. Untuk kepentingan praktis,
bisa dimanfaatkan program aplikasi oleh citra MS Paint, Corel Photo Paint, Photo Deluxe, Photo Impact, Photo Studio, dan lain-lain, sedangkan untuk
kepentingan profesional biasa digunakan program aplikasi Adobe Photo Shop dan didukung program lain (multi tasking).
Foto atau citra diinput ke program komputer grafis dengan piranti eksternal seperti scanner, foto digital, dan piranti capture citra lainnya. Program
aplikasi olah citra memungkinkan untuk memanipulasi kualitas citra agar lebih bagus atau lebih buruk, menggabungkan antarcitra (montase), mereduksi,
mendistorsi, mendeformasi, memberi efek, dan lain-lain, untuk berbagai kepentingan. Pada aplikasi grafis, format data citra biasanya bermodus bitmap
dengan pictorial cell, berbeda format data gambar (drawing) dengan modus vektor atau kurve. Hal ini berimplikasi adanya perbedaan teknis pengolahan
antara format gambar dan format citra dalam proses mendesain.
Ketiga unsur grafis komputer, tipografi, gambar, dan foto seperti terurai di atas, dapat diurai menjadi lebih elementer, yang secara universal sering
disebut sebagai unsur-unsur desain, meliputi garis, bidang, ruang, warna, dan barik (texture). Semua unsur tersebut tersedia secara lengkap dalam program
aplikasi komputer grafis.

1) Garis
Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik poin dengan titik poin yang lain sehingga bisa berbentuk gambar garis lengkung (curve) atau lurus (straight). Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain. Berbagai jenis, variasi, dan style garis untuk mendukung tanpilan grafis tersedia dalam program aplikasi komputer grafis.
Dalam kasus tertentu, tampilan gambar secara linier (secara utuh hanya berupa garis) justru memperjelas pesannya.


Gambar .2.8.7 c bentuk garis

2) Bidang
Bidang adalah segala hal yang memiliki diameter tinggi dan lebar. Bidang dasar yang dikenal orang adalah kotak (rectangle), lingkaran (circle), dan
segitiga (triangle). Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: Bidang terbentuk dari unsur garis yang saling
berhubungan. Aplikasi komputer grafis memungkinkan untuk mendesain bidang-bidang geometris maupun bidang-bidang non-geometris (organis). Dalam hal ini,
bidang geometris segi banyak beraturan (poligon) dapat dikonstruksi secara praktis dengan piranti (tool) yang tersedia. Demikian pula, bidang organis
dapat didesain sesuai kehendak dengan piranti lain.
3) Ruang (Space)
Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk lainnya yang pada praktek desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek estetika desain. Sebagai
contoh, tanpa ruang tidak akan tahu mana kata dan mana kalimat atau paragraf. Tanpa ruang tidak tahu mana yang harus dilihat terlebih dahulu, kapan harus
membaca dan kapan harus berhenti sebentar. Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian ruang digolongkan menjadi dua unsur, yaitu obyek (figure) dan latar
belakang (background). Ruang merupakan unsur desain yang sangat relative keberadaannya dan berupa kesan. Unsur ruang terjadi dari kesan yang timbul atas
penataan berbagai elemen-elemen lain.
Desain grafis dipelajari dalam konteks tataletak dan komposisi, bukan seni grafis murni. Area kerja kreatif desain grafis di antaranya: Stationery
kit atau sales kit: desain kartu nama, kop surat, amplop dll. Profil usaha, annual report, corporate identity yang terdiri dari logo dan trade mark berikut
aplikasi penerapannya. Desain grafis lingkungan berupa sign system: papan petunjuk arah, papan nama dan infografis: chart, diagram, statistik dan peta
lokasi. Desain grafis industri, sistem informasi pada jasa dan produk industri. Desain label, etiket dan kemasan produk. Desain beragam produk percetakan
dari mulai prepress sampai hasil cetakan akhir. Perencanaan dan perancangan pameran produk dan jasa industri. Grafis arsitektur berikut sign system.
Desain perwajahan buku, tabloid, koran, majalah dan jurnal. Desain sampul kaset dan cover CD. Desain kalender, desain grafis pada kaos oblong,
desain kartu pos, perangko dan mata uang. Desain stiker, pin, cocard, id card, desain undangan, desain tiket dan karcis, desain sertifikat dan
ijasah. Desain huruf dan tipografi. Illustrasi dan komik.
2.8.3 Unsur-Unsur Desain Komunikasi Visual
2.8.3.1 Ilustrasi
Ilustrasi berasal dari bahasa latin, asal kata: "ilustra", berarti cahaya.Illustrate dalam bahasa latin berarti memurnikan, menerangi,
menghias.Berdasarkan istilah tersebutmaka ilustrasi (kata kerja) berarti menerangi, menjelaskan dengan memberi contoh, termasuk contoh visual,
demi kejelasan, kepada atau terhadap bahasa abstrak atau verbal baik lisan maupun tertulis.
Secara umum, ilustrasi dapat berarti menjelaskan atau menerangkan sesuatu,baik itu berupa gagasan,cerita keadaan, adegan, bahkan dalam bentuk
definisi tertentu yang sifatnya dapat berupa peraturan, pemahaman dasar dan lain-lain.
Ilustrasi. dapat menjelaskan sesuatu melalui komunikasi secara Iangsung,yang berarti dapat menyampaikan atau memberi gambaran yang menjelaskan
bentuk informasi tertentu yang dapat langsung dipahami.Dapat pula menjelaskan suatu gagasan melalui komunikasi secara tak langsung, dengan
memberikan kesan atau karakter tertentu sehingga informasi yang disampaikan diserap melalui alam bawah sadar kita, sehingga cukup dipahami
saja tanpa perlu didefinisikan secara lebih abstrak, namun dapat dihayati secara lebih mendalam dalam hati.
Dalm buku The New Guide to Professional Illustration and design karangan Simon Jennings mengatakan bahwa secara umum, fungsi utama ilustrasi
adalah sebagai penghias, pemberi info, pemberi komentar, ilustrasi bersifat mengurangi penggunaan tipografi, menginformasikan area visual
secara efektif, mengekspresikan pikiran.Selanjutnya dikatakan bahwa semua ilustrasi adalah gambar, yang diatur oleh kerjasama berkesinambungan
antara kepala (pikiran), tangan (skill/kemampuan), mata (kontrol/batasan-batasan), hati (sense/rasa). Suatu ilustrasi, selain memperlihatkan
gaya, juga sebaiknya menunjukan pengamatan yang nyata terhadap segala hal dan memperlihatkan kualitas berpikir yang sejajar dengan kualitas
berkarya (The New Guide to Professional Illustration and design, Simon Jennings, George, (1987:12).
Dalam buku Manusia dan Desain karangan Rafli Nandang,dikatakan bahwa : "Ilustrasi merupakan bahasa visual yang menggunakan gambar, tipografi,
fotografi, maupun gabungan dari semuanya itu yang tidak lepas dari prinsip-prinsip desain seperti warna, komposisi, irama clan lain sebagainya
(Manusia clan Nandang, (1981:25)
Berdasarkan pengertian tersebut,maka dapat disimpulkan bahwa ilustrasi merupakan bahasa visual estetis yang menggambarkan (mengkomunikasikan)
ataupun menghiasi keterangan suatu informasi dengan jelas, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.8.3.2 Warna
Pada dasarnya warna adalah suatu mutu cahaya yang dipantulkan dari suatu objek ke mata manusia (sudiana, 1986:38). Cahaya merupakan sumber segala
warna, sedangkan pigmen merupakan reflector dan penyerap cahaya. Cahaya terdiri dari seberkas sinar-sinar yang memiliki panjang gelombang yang
berbeda-beda serta memiliki getaran frkuensi yang berbeda-beda. Bila gelombang tersebut memasuki mata, maka akan terjadi yang disebut sensasi wara.
Sensasi warna adalah rasa yang berhubungan dengan indera penglihatan.
Dimensi Psikologis warna terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Corak Warna (hue), Berkaitan dengan apa yang biasanya kita anggap “nama” tertentu
b. kecerahan Warna (brightnes), dasar fisis kecerahan terutama adalah energi sumber cahaya.
c. kejenuhan warna (saturation), berhubungan dengan keanekawaranaan cahaya, di mana warna putih berkaitan dengan tidak adanya warna secara total.
Warna yang mempunyai `saturasi` tampak pucat dan keputihan-putihan.
A.Teori Warna
Warna adalah spektrum cahaya yang dipantulkan oleh benda yang kemudian ditangkap oleh indra penglihatan (yakni mata) dan diterjemahkan oleh otak
sebagai sebuah warna tertentu. Sebagai contoh kita melihat warna hijau yang terdapat pada daun karena cahaya yang datang (umumnya cahaya matahari
yang punya spektrum cahaya yg cukup komplit) diserap oleh daun selain warna hijau yang dipantulkan, dan cahaya hijau yg terpantul inilah yg kita
tangkap sehingga kta dpt melihat bahwa daun berwana hijau. jadi sebenernya faktor penting bagi kita untuk melihat sebuah warna dengan baik adalah
cahaya yang mengenai benda tersebut (contohnya adalah pada cahaya lampu TL, terdapat spektrum yang tidak sempurna sehingga terkadang warna yang kita
lihat juga tidak seperti yang seharusnya).
Karena terkait dengan cahaya maka kita mengetahui bahwa tidak semua spektrum cahaya dapat ditangkap oleh indra penglihatan kita, karena itu kemudian
timbul istilah spektrum terlihat (visible spectrum) yang jaraknya cukup besarnya. Jarak inilah yang menjadi penyebab kita dapat melihat beraneka ragam
warna yg secara umum dipisahkan menjadi beberapa spektrum dasar yakni mejikuhibingu.
Ada beberapa properti umum dari warna yakni hue, saturation dan value (kadang value disebut juga brigthness/lightness). hue secara sederhana bisa
diartikan sebagai nama/ragam warna. Lebih spesifik hue adalah warna yang dipantulkan atau ditransmisikan oleh obyek.
Contoh warna yang kita sebut merah, hijau, kuning, dst. saturation dapat diartikan pada tingkat kemurnian warna (terkadang disebut juga sebagai chroma),
dimana nilainya dihtung dari berapa banyaknya warna abu-abu yang terdapat pada warna dengan satuan %. Saturasi 0% berwarna abu2 (desaturated) dan 100%
menjadi warna yang sangat murni /cerah (saturated). value (brightness/lightness) adalah nilai gelap terang warna yang biasanya dinilai dengan ukuran
persen, dimana 0% = hitam dan 100% = putih.





Model warna umumnya dibedakan atas 2 model dasar (hal ini sangat perlu untuk diketahui oleh desainer visual), yang pertama adalah additive color model
yaitu model warna yang didasarkan dari pencampuran warna berdasarakan emisi cahaya (model ini digunakan oleh media-media elektronik, seperti layar TV,
monitor, LCD, dsb). Model ini dikenal dengan istilah RGB (Red Green Blue)

Color System. Pada model ini pencampuran warna Red Green dan Blue akan menghasilkan warna putih (hal ini yang menjadikan warna putih sebagai warna
yang kaya spektrum warna krn merupakan gabungan dari spektrum2 cahaya.
Model kedua disebut sebagai subtractive color model yaitu merupakan warna yang didapat dari pencampuran warna berdasarkan media tinta pada kertas.
Model ini disebut juga dengan istilah CMYK (Cyan Magenta Yellow Black) color system. Pada sistem ini pencampuran warna CMYK akan menghasilkan warna
hitam.(dalam konteks cahaya, hitam tidak merupakan sebuah spektrum cahaya melainkan hitam berarti tidak ada spektrum cahaya atau lawan dari putih
yang memuat semua spektrum cahaya).




Gambar 2.8.3.2.d. CMYK
Sistem CMYK digunakan untuk proses cetak mencetak dengan media kertas subtractive model disebut juga dengan lawan dari additive, dimana sistem kerjanya
sangat berlawanan. sebagai contoh pada penggabungan warna RGB 100% (R100% G100% B100%) akan menghasilkan warna putih dan RGB 0% menghasilkan warna hitam.
CMY didapat dengan menggabungkan dua dari tiga warna GRB (C=G+B, M=R+B, Y=R+G), demikian pula dengan RGB yang dihasilkan dengan penggabunagn 2 dari 3
warna CMY.

K atau black muncul karena pada dunia cetak mencetak manusia ternyata belum mampu memproduksi warna CMY yang murni sehingga bila warna CMY hasil
produksi ini (dalam bentuk tinta tentunya) dicampurkan tidak akan menghasilkan warna hitam yang murni (melainkan warna gelap yang blum bisa
dibilang hitam). karena itu hitam ditambahkan untuk mendapatkan hasil yang benar2 hitam.
Sistem inilah yang dianut oleh printer pada dunia grafis digital umumnya terfokus pada model RGB dan CMYK. hal ini karena pada color space
(color space= range spektrum warna yang terlihat oleh manusia), terdapat perbedaaan range antara model RGB dan CMYK. Hal inilah yang menjadi
permasalahan. Sebagai salah satu solusinya adalah membedakan model warna pada dokumen
digital kita sesuai dengan tujuan/media penyajiannya. untuk media digital sebaiknya gunakan model RGB dan untuk media cetak/kertas gunakan CMYK.
B. Teknik Pemilihan Warna dalam Design Interface
(http://mysukris.blogspot.com/2006/11/teknik-pemilihan-warna-dalam-design.html)
a) Teori Warna Warna memiliki dampak yang besar pada interaksi manusia dan computer, jika tidak positif maka negatif. Menurut Murch,
peneliti unsure manusia yang terkenal, “Warna dapat menjadi alat yang kuat untuk memperbaiki kedayagunaan dari sebuah tampilan informasi
dalam keragaman bidang yang luas jika warna digunakan secara benar. Sebaliknya, ketidakcocokan penggunaan warna benar-benar dapat mengurangi
fungsionalitas dari system tampilan.” Warna adalah komponen utama dalam GUI. Karena prekembangan dari aplikasi GUI pada PC, Mac dan Unix,
pengujian warna adalah relevan terhadap interaksi manusia dan komputer (HCI).

b) Dasar-Dasar Warna Untuk memahami potensi dari warna dalam interface, kita perlu menguji beberapa karakteristik dari persepsi warna.
Karakteristik dasar yang utama yang akan kita bahas di sini mencakup variasi dari model warna, sistem visual manusia, prinsip psikologis
warna, dan efek warna seperti ilusi dan kombinasi warna. Ada beberapa model warna yang digolongkan menjadi 2 bagian dasar. Bagian-bagian
dasar tersebut adalah model berbasis persepsi dan model berbasis tampilan. Yang pertama digolongkan serupa dengan cara kita menanggapi
warna dan yang kedua adalah berdasarkan pada karakteristik dari alat tampilan. Model berbasis persepsi dikenal sebagai HSV (hue, saturation dan value)
dan HLS (hue, light dan saturation). Hue adalah komposisi panjang gelombang spektra dari warna yang menghasilkan warna yang kita lihat, seperti jingga,
biru dan sebagainya. Saturation (chroma) adalah kejernihan relatif dari warna pada skala dari abu-abu sampai pada nada yang paling bergetar dari warna
yang umum. Value adalah terang gelapnya suatu warna. Lightness, juga mengacu pada kecerahan, merupakan jumlah dari energi cahaya yang membuat warna.
Sistem HSV berdasar pada sistem warna Munsell yang digunakan oleh para artis, designer, dan pabrikan. HLS dikembangkan di Tektronix pada tahun 1978
untuk menyediakan model persepsi yang lebih banyak dari model berbasis tampilan yang telah digunakan Tektronix pada waktu itu.
Model berbasis tampilan yang paling umum adalah RGB (red, green, blue) dan YIQ/YUV. RGB digunakan untuk tampilan monitor komputer dan YIQ/YUV digunakan
untuk siaran televisi. Komisi Internasional Bidang Iluminasi adalah organisasi dunia yang mengembangkan versi pertama dari model spektra terukur yang
dikenal sebagai CIE pada tahun 1931. CIE adalah alat pengukur spektra yang tepat digunakan warna yang ditemukan dan menghilangkan warna yang ambigu.
Model CIE adalah berbasis fisik, karena itu, CIE ini tidak layak dimasukkan ke dalam kategori berbasis persepsi ataupun berbasis tampilan.
Semua warna yang ditampilkan pada komputer harus diterjemahkan ke dalam ruang warna RGB (gambar 1). Sayangnya, tidak ada pemetaan one-to-one dari model
berbasis persepsi ke yang berbasis tampilan. Fakta ini dapat menjelaskna beberapa kesulitan yang dijumpai ketika kita berusaha mebuat ulang warna yang
benar saja untuk sebuah layar interface. Ini tidak selalu mungkin untuk mendapatkan bayangan yang nyata. Model CIE mengijinkan translasi dari HSV ke RGB.

Mata manusia memiliki sebuah lensa dan sebuah retina. Retina memiliki reseptor cahaya yang sensitif yang dikenal sebagai sel batang dan sel kerucut.
Fungsi utama dari sel batang adalah menyediakan penglihatan malam, sementara sel kerucut bekerja pada level yang lebih tinggi pada intensitas cahaya.
Sel kerucut memiliki pigmen cahaya yang dikenal sebagai fotoreseptor yang sensitif terhadap warna merah, hijau atau biru. Menurut Murch, hampir 64%
dari sel kerucut mengandung pigmen cahaya warna biru. Sifat fisiologis dari sistem gugup menentukan sensasi dari warna. Manusia sensitif pada jangkauan
panjang gelombang. Panjang gelombang tidak berwarna, tetapi warna dihasilakn dari interaksi cahaya dan sistem gugup kita. Panjang gelombang yang
menghasilkan warna yang berbeda tertitik pada jarak yang berbeda di belakang lensa.
Lensa tidak mengantarkan semua panjang gelombang dengan cara yang sama, menunjukkan kurangnya sensitifitas ke panjang gelombang yang lebih pendek,
yang memiliki efek menyerap warna biru. Sebaliknya, kita lebih sensitif ke panjang gelombang yang lebih panjang, yang ditunjukkan oleh sensitifitas
yang meningkat dari kuning dan jingga. Anehnya, kita bisa melihat warna biru lebih baik di bagian keliling dari pada di bagian yang terdekat
(foreground) dikarenakan distribusi dari fotoreseptor warna biru.
Akibat dari susunan fisik dari mata adalah efek yang menarik atau ilusi yang disebabkan oleh susunan atau kombinasi warna tertentu. Dikarenakan
kurangnya fotoreseptor warna biru, garis biru yang tipis (seperti teks biru) menjadi kabur, dan objek biru yang kecil menjadi hilang jika kita
berusaha memfokuskan padanya. Warna-warna berbeda hanya dalam jumlah dari biru tidak menghasilkan tepi yang jelas. Sebagai contoh, warna dengan
jumlah hijau dan merah yang berbeda hanya dalam jumlah biru menghasilkan tapal batas fuzzy. Perbedaan dari warna selanjutnya dapat membuat sebuah
ilusi terarah yang mudah. Dua objek dengan warna yang sama mungkin ditandai berbeda dalam warna tergantung pada warna latar belakang. Inefektivitas
penggunaan warna dapat menyebabkan getaran dan bayangan, gambar yang membingungkan pengguna dan bisa menyebabkan ketegangan mata.
C). Model Batin dan Penggunaan Warna yang Efektif Orang berinteraksi dengan dunia melalui model batin yang telah mereka kembangkan.
Lebih spesifik, gagasan dan kemampuan dibawa mereka kepada pekerjaan adalah berdasarkan pada model batin yang mereka kembangkan tentang pekerjaan
itu. Sebagai designer interface, kita perlu untuk:Membantu user mengembangkan model batin dari sistem yang akan membantu mereka dalam memahami
pekerjaan mereka Mengembangkan alat interface yang akan membantu mereka dalam melakukan pekerjaan. Penggunaan warna yang layak mengkomunikasikan
fakta dan ide lebih cepat dan lebih indah kepada user. Warna dapat juga membantu mengembangkan kemampuan kerja, model mental yang efisien jika
petunjuk ini diikuti: kesederhaan, konsistensi, kejernihan dan bahasa warna.
C.1. Kesederhanaan Kesederhanaan adalah penting dalam design interface berwarna. Ada kesederhanaan yang berpautan dalam warna yang seharusnya
digunakan ketika mengembangkan design. Empat warna utama secara fisiologi adalah merah, hijau, kuning dan biru. Warna-warna ini mudah dipelajari
dan diingat. Dengan menyertakan makna yang intuitif dan praktis kepada warna yang sederhana ini ketika mendesign layar, designer interface
meningkatkan pengembangan model batin yang efektif pada user.
Jagalah skema warna yang sederhana, berdasarkan pada angka gaib Miller untuk memori jangka pendek adalah 7 ± 2. Ketika menggunakan warna
dalam interface, jumlahnya sebaiknya tidak melampaui dari 5 ± 2. Jumlah warna pada layar sebaiknya dibatasi secara serasi. Jika user bingung
terhadap warna yang terlalu banyakyang mengalihkan perhatiannya, mereka menjadi tidak suka mengembangkan model mental yang efektif.
Pertahankan pesan yang sederhana. Jangan berlebihan dalam pengartian warna dengan menyertakan lebih dari satu konsep ke warna. Konsep yang
berbeda sebaiknya menggunakan warna yang berbeda. Mempertahankan pesan yang sederhana berhubungan dengan petunjuk berikutnya yaitu konsistensi.
C.2 Konsistensi Konsistensi sangat penting ketika memberikan arti pada suatu warna. Penataan intuitif pada warna dapat membantu
dalam membangun konsistensi yang intuitif dalam design. Penataan perseptual dan spektral pada warna merah, hijau, kuning dan biru dapat memandu
penataan dari konsep yang disertakan ke warna. Merah adalah yang pertama dalam penataan spektral dan menfokus pada latar depan., hijau dan kuning
dalam pertengahan, sementara biru menfokus pada latar belakang.
Warna dapat digunakan untuk memotong item-item informasi. Ini membantu memperbanyak jumlah item yang dapat disimpan dalam memori jangka pendek user.
Ini penting untuk tetap konsisten ketika memotong informasi. Menghindari perubahan makna dari warna untuk layar yang berbeda dalam interface. Sebagai
contoh, satu interface database yang kita evaluasi mengubah warna menjadi biru untuk field dalam layar yang tidak dapat diperbaharui. Ini dilakukan
untuk setiap layar yang dapat dipakai dalam paket dan karena itu, menyediakan kesinambungan dan konsistensi kepada user.
Terdapat aspek fisiologi yang menghambat konsistensi dalam penggunaan warna. Tingakatan warna yang bervariasi dari warna yang sama sebaiknya
dihilangkan untuk konsep dan ide yang berbeda, terutama sekali untuk warna biru. Tingkatan warna yang berbeda dari warna biru sangat sulit
dikenal dan mungkin tidak dikenal sebagai perbedaan oleh user. Jika konsepnya berbeda, gunakan warna yang berbeda. Designer sebaiknya menghindari
penggunaan warna yang kelihatan secara berbeda dikarenakan variasi dalam warna latar belakang. Ini mungkin ditanggapi sebagai warna-warna yang
berbeda oleh user dan pemaknaan akan hilang.
C.3 Kejernihan Kejernihan juga petunjuk penting dalam penggunaan warna. Penelitian menunjukkan bahwa waktu pencarian untuk
menemukan item berkurang ketika warna item dikenal di awal, dan jika warna hanya dipakai untuk item itu. Warna interface yang distandarisasi
sebaiknya dibangun dan digunakan sepanjang pengembangan. Jelasnya, penggunaan warna yang singkat dapat membantu user menemukan item lebih cepat
dan efisien. Kemampuan belajar dapat meningkat pesat dengan warna. Warna telah ditunjukkan unggul untuk hitam dan putih untuk waktu proses dari
informasi dan untuk kinerja memori. Estetika dan perbandingan dari interface meningkat berpautan dengan penggunaan warna.
Kegunaan dari sistem dapat meningkar melalui penggunaan warna untuk memotong informasi mengenai subsistem dan struktur, dan menambah dimensi
pengkodean kepada interface. Kenyataannya, kesalahan dalam pemahaman dan penggunaan interface sebenarnya dapat dikurangi dengan penggunaan
warna untuk kejernihan konsep dan makna sistem. Penggunaan kode warna pada pesan untuk user dapat mengurangi kesalahan tafsir dan respon yang
salah secara besar. Merah adaalh warna yang baik untuk memberi tanda kesalahan kepada user. Kuning cocok untuk pesan peringatan, dan hijau
menunjukkan kemajuan yang positif. Penggunaan hijau untuk pesan kesalahan dan merah utnuk pesan status positif hanya akan membawa kesalahan
tafsir dan frustasi bagi user.
C.4 Bahasa Warna Bahasa warna nting dalam menggunakan warna. Individu-individu mengembangkan bahasa warna sebagai kedewasaan
mereka, berdasarkan pada kebiasaan budaya dan umum. Karena fakta ini, simbolisme yang ada dan penggunaan warna yang membudaya sebaiknya
dipertimbangkan ketika mendesign sebuah interface. Sebagai contoh, pelayanan pos di USA menggunakan biru untuk kotak turun pos, Inggris
menggunakan merah cerah, dan Yunani menggunakan kuning cerah. Dalam pengembangan sistem email untuk negara-negara ini, warna-warna di
atas akan disajikan secara efektif untuk icon email.
Terakhir, ingat ke dokumentasi warna yang digunakan dalam interface. Legenda menunjukkan waran dan bagaiman warna itu seharusnya dimasukkan
untuk interface. Dokumnetasi online pengkodean warna untuk interface akan memperkuat konsep yang designer inginkan dari user untuk dikembangkan.
Warna dapat memiliki efek yang berarti (positif atau negatif) dalam komunikasi ide kepada user. Penggunaan koordinasi warna yang benar dapat
menambah keberadaan data yang ditampilkan dengan penambahan dimensi atau saluran informasi lainnya. Sebagai tambahan, koordinasi warna
menambah konseptualisasi melalui pengelompokan dan pembawaan elemen-elemen kepada perhatian user melalui asosiasi dengan model batin yang ada.
Lebih sulit menggunakan warna secara efektif daripada digunakan secara tidak efektif. Penggunaan warna secara efektif memerlukan koordinasi yang
cermat dengan warna dan level intensitas yang berdekatan dengannya. Penggunaan kombinasi yang salah terhadap warna untuk latar belakang dan latar
depan capat menciptakan ilusi yang dapat menyebabkan ketegangan mata. Jika anda menggunakan warna-warna murni secara berlipat atau warna-warna
dengan kejenuhan yang tinggi, mata manusia harus refokus secara tetap, menyebabkan kepenatan mata. Jika anda menggunakan warna yang sulit difokus
untuk teks dan garis tipis, sistem visual secara keseluruhan harus bekerja lebih keras, menyebabkan kepenatan dan ketegangan lagi. Penggabungan
warna untuk menghasilkan efek positif membuat anda mengikuti teknik konseptual yang ditata dalam interface tanpa warna seperti juga beberapa
aturan untuk pengenalan warna. Kombinasi warna yang baik dan yang buruk didaftar oleh Brown dan Cunningham dalam bukunya yang berjudul
“Programming the User Interface: Principles and Examples”, seperti pada tabel berikut:

Gambar 2.8.3.2. g. Combinasi wrna untuk interface

Sebagai tambahan untuk penggunaan kombinasi warna ini, terdapat juga beberapa aturan dan saran yang mudah diikuti. Murch memberikan 10
aturan sederhana untuk menciptakan interface yang baik. Beberapa saran yang efektif yang dibuat oleh Marcus; Gunakan biru sebagai latar
belakang Gunakan rangkaian warna spektral (merah, jingga, kuning, hijau, biru, indigo, violet) Pertahankan jumlah warna yang sedikit Hindari
penggunaan warna-warna yang berdekatan yang hanay berbeda dalam jumlah biru murni Gunakan warna-warna cerah untuk bahaya dan untuk mendapatkan
perhatian user Marcus juga menyarankan design interface dalam bentuk hitam dan putih terlebih dahulu. Jika anda memiliki interface hitam
putih yang baik dan menerapkan warna kepadanya dalam gaya yang konstruktif, anda akan mendapatkan interface yang lebih baik.
D. Aturan Murch Sepuluh aturan Murch dalam penggunaan warna dalam design interface komputer sebagai berikut:
1. Hindari tampilan serentak dari warna secara spektral adalah ekstrem dan berkejenuhan tinggi
2. Biru murni sebaiknya dihindari untuk teks, garis tipis dan bentuk kecil.
3. Hindari waran berderkatan yang hanya berbeda dalam jumlah biru.
4. Operator yang lebih tua memerlukan level kecerahan yang lebih tinggi untuk membedakan warna
5. Warna-warna berubah dalam pemunculan sebagai perubahan level cahaya yang ambient
6. Jarak dari perubahan yang dapat diketahui dalam warna berlainan sepanjang spektrum.
7. Sulit untuk fokus di atas tepi yang dibuat oleh satu warna.
8. Hindari merah dan hijau dalam tampilan keliling berukuran besar.
9. Warna yang berlawanan muncul baik dalam bersamaan
10. Untuk pengamat yang buta warna, hindari perbedaan warna tunggal
Salah satu elemen paling penting dalam penggunaan warna secara efektif adalah mengetahui user, lingkungan user dan tugas yang diemban
oleh user. Ini juga penting untuk integrasi warna seperti untuk semua bagian lain dari design interface. Sebagai contoh dari interface
warna yang efektif terlihat pada Borland© C++ 3.1 for DOS. Dalam layar editor, terdapat 6 warna dasar yang digunakan sebagai tambahan
kepada background biru. Warna ini digunakan untuk kata atau string dalam text untuk menggolongkan isi tekstual:
kata-kata kunci – putih
identifiers – kuning
macros – hijau
literals – cyan
komentar – gray
kesalahan sintaks – merah
Skema warna pilihan yang baik ini membantu user mengenal kesalahan secara mudah seperti contoh kata kunci yang salah eja, dan memberanikan
mereka mengembangkan nnodel batin yang baik untuk penggunaan interface.

2.8.3.3. Komposisi Warna
Komposisi warna adalah susunan warna-warna yang diatur untuk tujuan-tujuan, baik seni rupa murni seperti lukisan, patung, seni grafis,seni
keramik, maupun untuk seni terpakai atau desain (Sulasmi Drama Prawira W.A, 2002;65). Jadi, efek sebuah warna dalam komposisi ditentukan oleh
situasi karena warna selalu dilihat dalam hubunganya dengan lingkunganya. Bila sebuah warna dikeluarkan dari lingkaran warna ia akan memiliki
kekuatan sendiri. Nilai dan kepentingan sebuah warna dalam komposisi atau sebuah lukisan tidak berdiri sendiri, kualitas dan kuantitas
keleluasanya merupakan faktor-faktor yang sangat menunjang.
Efek-efek komposis bergantung pula kepada bentuk, hal-hal yang ditonjolkan atau dipentingkan, arah dan tata letak pola yang simultan.
Cara yang lainya untuk mencapai tujuan sebuah gambar atau rancangan adalah mengorganisir terang bayangan warnanya, penempatan kelompok warna
panas dan dingin, penyusunan yang berlainan dan pembagian prinsip-prinsip kontras, yang merupakan hal yang hakiki bagi sebuah komposisi yang baik.
2.8.3.4 Psikologi Warna
Pada masa sekarang orang memilih warna tidak hanya berdasarkan selera pribadi berdasarkan perasaan saja, tetapi telah memilihnya dengan penuh
kesadaran akan kegunaanya (Sulasmi Drama Prawira W.A, 2002;30). Pada abad ke-15, lama sebelum para ilmuan memperkenalkan warna, Leonardo da Vinci
menemukan warna utama yang fundamental, yang kadang-kadang disebut warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam, dan putih.
Para ilmuan yakin bahwa persepsi visual terutama bergantung pada interpretasi otak terhadap suatu rangsangan yang diterima oleh mata. Warna
menyebabkan otak bekerja sama dengan mata dalam membatasi dunia eksternal. Menurut penelitian, manusia mempunyai rasa yang lebih baik dalam visi
dan lebih kuat dalam persepsi terhadap warna dibandingkan dengan binatang.
Marian L. David dalam bukunya Visual design in Dress ( 1987:119), menggolongkan warna menjadi dua, yaitu warna eksternal dan internal. Warna
eksternal adalah warna yang bersifat fisika dan faali, sedangkan warna internal adalah warna, sedangkan warna internal adalah warna sebagai
persepsi manusia, cara manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengeksplorasinya.
WARNA-warni memiliki efek psikologis. Efeknya berpengaruh terhadap pikiran, emosi, tubuh, dan keseimbangan. Aplikasi warna pada sebuah ruangan
dapat menghasilkan kesan perasaan yang semakin luas atau justru kebalikannya. Berikut ini sifat-sifat psikologis beberapa warna:
* Merah - Berani, penuh semangat, agresif, memicu emosi, dan menarik perhatian. Secara positif, warna merah mengandung arti cinta, gairah, berani,
kuat, agresif, merdeka, kebebasan, dan hangat. Negatifnya adalah punya arti bahaya, perang, darah, anarki, dan tekanan.
* Kuning - Menciptakan perasaan optimis, percaya diri, pengakuan diri, akrab, dan lebih kreatif. Kuning juga dapat merugikan kita karena menyampaikan
pesan perasaan ketakutan, kerapuhan secara emosi, depresi, kegelisahan, dan keputusasaan. Pilihan warna kuning yang tepat dan penggunaan yang sesuai
akan mengangkat semangat kita dan lebih percaya diri.
*memberi kesan pencemburu, licik, terasa jenuh, serta dapat melemahkan pikiran dan fisik. Di dalam sejarah China, warna hijau adalah warna perempuan.
Lain dengan budaya muslim, yang menganggap warna hijau adalah warna yang suci. Warna untuk perdamaian juga hijau
* Biru - Melambangkan intelektualitas, kepercayaan, ketenangan, keadilan, pengabdian, seorang pemikir, konsistensi, dan dingin. Selain itu, dapat memicu
rasa depresi dan ragu-ragu. Biru gelap akan membantu berpikir tajam, tampil jernih, dan ringan. Biru muda akan menenangkan dan menolong berkonsentrasi
dengan tenang. Terlampau banyak biru akan menimbulkan rasa terlalu dingin, tidak akrab, dan tak punya emosi atau ambisi.
* Ungu - Memberi efek spiritual, kemewahan, keaslian, dan kebenaran. Ungu mampu menunjang kegiatan bermeditasi dan berkontemplasi. Kemerosotan dan
mutu yang jelek adalah sifat-sifat negatif warna ini.
* Putih - Warna murni, suci, steril, bersih, sempurna, jujur, sederhana, baik, dan netral. Warna putih melambangkan malaikat dan tim medis. Warna
ini juga bisa berarti kematian karena berkonotasi kehampaan, hantu, dan kain kafan
* Abu-abu - Bijaksana, dewasa, tidak egois, tenang, dan seimbang. Warna abu-abu juga mengandung arti lamban, kuno, lemah, kehabisan energi, dan
kotor. Karena warnanya tergolong netral atau seimbang, warna ini banyak dipakai untuk warna alat-alat elektronik, kendaraan, perangkat dapur, dan
rumah.
* Hitam - Berkesan elit, elegan, memesona, kuat, agung, teguh, dan rendah hati. Kesan negatifnya adalah hampa, sedih, ancaman, penindasan, putus
asa, dosa, kematian, atau bisa juga penyakit. Tak seperti putih yang memantulkan warna, hitam menyerap segala warna. Dengan hitam, segala energi
yang datang akan diserap. Walau mampu memesona dan berkarakter kuat, tapi banyak orang yang takut akan "gelap". Warna hitam berkonotasi gelap.
(kompas)
2.8.3.5 Mengenal kelompok warnaDALAM lingkaran warna, ada istilah hue, yaitu warna asli. Warna asli, baik itu primer, sekunder, dan tersier, bisa
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok warna panas dan warna dingin.
Warna panas berada di antara kuning hingga merah keunguan. Sementara warna dingin dari ungu hingga kuning kehijauan.
* Warna panas menghasilkan sensasi panas dan dekat. Warna ini menjadi simbol semangat, ceria, dan amarah. Warna merah punya daya tarik yang kuat.
Warna ini juga mengesankan jarak yang dekat.
* Warna dingin sebaliknya dari warna panas. Warna ini menjadi simbol kelembutan, kesejukan, dan kenyamanan. Warna sejuk mengesankan jarak jauh.

Di dalam color value, kita mengenal warna terang dan warna gelap:
* Warna terang lebih banyak diminati remaja. Warna ini memiliki kesan yang penuh semangat dan ceria. Yang tergolong warna terang, antara lain, kuning,
merah mudah, oranye, merah oranye, dan warna-warna tint lainnya.
Kebanyakan warna ini dipakai untuk ruangan bergaya modern, kontemporer, atau yang khas anak muda.
* Warna gelap atau warna tua memiliki daya pantul yang sangat rendah. Warna ini membuat suatu objek tampak lebih berat. Warna gelap banyak dipakai di
dalam rumah bergaya pedesaan (country) atau klasik. Yang termasuk warna gelap, antara lain, biru, ungu, hijau, merah bata, atau warna-warna shade lainnya.
Di samping itu, ada juga yang disebut warna netral dan warna kontras:
* Warna netral adalah warna yang terbentang dari hitam hingga ke putih. Warna-warna yang termasuk keluarga abu-abu ini termasuk warna yang aman
diaplikasikan. Ini karena ia dapat bersanding harmonis dengan warna apapun.
* Warna kontras merupakan warna yang kesannya berlawanan satu sama lain. Untuk melihat warna kontras, gambarlah sebuah segitiga dalam lingkaran
warna primer, sekunder, dan tersier. Warna kontras letaknya berseberangan (memotong titik tengah segitiga) dan arahnya menunjuk pada warna primer
dengan warna sekunder atau warna tersier dengan tersier lainnya. Misalnya, merah dengan hijau, kuning dengan ungu, merah keunguan dengan kuning
kehijauan, dan biru dengan oranye. (Kompas.com)
2.8.3.6 Pengaruh warna Terhadap Emosi

Bila kita perhatikan selera orang terhadap warna berbeda-beda, hal tersebut menunjukan bahwa warna berpengaruh terhadap emosi setiap orang.
Apabila seseorang tidak menyukai warna tertentu mungkin ada sebabnya. Demikian juga respon kita terhadap warna tertentu, karena warna tersebut
pernah dipakai oleh orang yang disenanginya. Atau ia tidak menyukai warna tertentu karena ia pernah mengalamai peristiwa pahit dengan warna tersebut,
misalnya ia tidak menyukai warna kuning karena pernah dihukum di kamar yang dindingnya bewarna kuning.
Suatu hasil penelitian yang dikutip dari A Study in Color Preferences of school Childern oleh F.S. Breed dan S.e. Katz memberikan gambaran sebagai
berikut: sejumlah warna diberikan kepada 2.000 orang siswa praremaja dan pascaremaja adalah sebagai berikut:
M J K H B U
1 Pra remaja Pria 149 83 92 133 462 79
Wanita 120 79 116 122 439 151
2 Pascaremaja Pria 156 38 27 166 501 113
Wanita 134 41 72 248 394 122

Gambaran secara kasar telah menunjukan bahwa warna yang disukai pra remaja maupun pasca remaja adalah warna biru (B). Warna tersebut disukai
oleh lebih dari sepertiga jumlah sampel dan mendekati setengahnya dari tiap-tiap kelompok. Merah (M) adalah warna kedua yang mereka sukai,
dan ketiga adalah warna hijau (H), variasi dalam menyukai kedua warna terakhir lebih besar daripada untuk warna biru , warna ungu
(U) menduduki posisi pertengahan. Warna jingga dan warna kuning menduduki posisi terakhir, dan jingga adalah warna yang kurang disukai.
Kedua warna ini rupanya lebih disukai oleh pascaremaja dibandingkan anak Praremaja..
Tabel diatas menunjukan bahwa warna merah bukan warna kesukaan, tetapi warna merah, memiliki efek emosional yang tajam dibandingkan warna
yang lainya. Warna merah ini diibaratkan bunyi terompet yang melengking pada instrumen musik. Haverlock Ellis pada artikelnya Pschology of
Red dalam ‘Popular Science’ mengatakan bahwa walaupun pada spektrum warna merah itu timbul paling bawah, tapi pada mata warna merah adalah
paling cepat dan kuat.
2.9 Karakter warna Masyarakat Sunda
Masyarakat Sunda adalah masyarakat yang berbudaya yang kehidupannya saling ketergantungan dengan lingkungan sekitarnya,baik itu alam, manusia,
maupun hewan.Begitupun pemilihan warna masyarakat ini selalu dikaitkan dengan nama-nama benda yang mereka lihat sehari hari.Contoh ,warna biru
langit, hejo pandan,hejo lukut,hejo ti kuda,hejo saheab, koneng gedang, gading, beureum ati,kopi, coklat,lestreng, lulutung, endog asin, cabe
beureum,bereueum eceuy.
Wilayah Sunda dibagi menjadi tiga wilayah dalam pembagian wilayah warna disebabkan perbedaan letak geogerafis dan pisikografisnya, yaitu masyarakat
Sunda bagian Utara, Sunda Tengah,Sunda Selatan,yang masing-masing memiliki karakter warna tersendiri.
Warna Sunda bagian utara
Masyarakat Sunda bagian Utara sebagian besar adalah nelayan dan pedagang, yang secara eogerafis wilayahnya ada di kawasan pantai, pada saat itu
budaya pantai mendominasi kehidupan mayarakat Sunda utara, dimana pantai adalah tempat persinggahan kapal-kapal dagang asing, separti Cina, India,
Arab, Portugis, dsb. ini mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya masyarakat setempat dengan budaya asing yang masuk.Warna-warna yang mendominasi
masyarakat ini adalah warna-warna cerah seperti:
• Merah dengan gradasinya
• Kuning dengan gradasinya
• Biru dengan gradasinya
Warna Sunda bagian tengah
Keadaan alam masyarakat Sunda bagian tengah adalah wilayah Agraris, dimana masyarakatnya sebagian besar hidup dari bertani dan bercocok tanam,
dengan hubungan yang erat dengan alam nya yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan,mempengaruhi warna masyarakat ini.Masyarakat Sunda bagian tengah
didoinasi oleh warna hijau:
• Hejo Pandan
• Hejo Lukut
• Hejo Saheab
• Hejo Ti Kuda
• Hejo Botol
Warna Sunda bagian selatan
Bagian selatan merupakan wilayah masyarakat pegunungan, yang bergantung pada kegiatan berladang dan mengolah tanah.dengan demikian warna-warna yang
mendoninasi masyarakat Sundabagian selatan ini ialah warna-warna tanah yang cenderung gelap;
• Lestreng
• Kopi
• Coklat
• Lulutung
• Taneuh
2.10 Bandung
Kota Bandung (kotamadya) adalah ibu kota provinsi Jawa Barat. Kota ini pada zaman dahulu dikenal sebagai Parijs van Java (bahasa Belanda) atau “Paris
dari Jawa”. Karena terletak di dataran tinggi, Bandung dikenal sebagai tempat yang berhawa sejuk. Hal ini menjadikan Bandung sebagai salah satu kota
tujuan wisata. Sedangkan keberadaan perguruan tinggi negeri dan banyak perguruan tinggi swasta di Bandung membuat kota ini dikenal sebagai salah satu
kota pelajar di Indonesia. Bandung terletak di koordinat 107° BT and 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis
terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Dengan demikian, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya.
Kota Bandung terletak di ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi
daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi
oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin).
Bandung sebagai kota besar yang merupakan pusat dari pemerintahan Jawa Barat, 70% penduduknya adalah etnis Sunda yang merupakan etnis terbesar kedua
di Indonesia, dan 30% di isi oleh etnis lain seperti, Padang, Batak, Tionghoa, Flores, dan etnis lainya di Indonesia (Data Statistik Kota Bandung,2008).
Kota Bandung memiliki peran besar dalam penyebaran gaya hidup untuk masyarakat Jawa Barat khususnya.Jika kita lihat Jumlah penduduk Jawa Barat sekitar
30 juta jiwa, jika dibandingkan dengan Belanda yang berpopulasi sekitar 15 juta jiwa, artinya 13,6% dari populasi Indonésia
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah
selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.

2.10.1 Lambang Jawa Barat
Gambar 2.10.1 Lambang Jawa Barat
Lambang Jawa Barat secara keseluruhan adalah sebuah perisai berbentuk bulat telur dengan hiasan pita di bagian bawahnya yang berisikan motto
Jawa Barat. Kemudian di tengahnya ada gambar senjata khas dari Jawa Barat yaitu sebuah kujang.
Simbolika lambang
Makna bentuk dan motif yang terdapat dalam lambang ini ialah :
1. Bentuk bulat telur pada lambang Jawa Barat berasal dari bentuk perisai sebagai penjagaan diri.
2. Ditengah-tengah terlihat ada sebilah kujang. Kujang ini adalah senjata suku bangsa Sunda yang merupakan penduduk asli Jawa Barat. Lima
lubang pada kujang melambangkan dasar negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila.
3. Padi satu tangkai yang terdapat di sisi sebelah kiri melambangkan bahan makanan pokok masyarakat Jawa Barat sekaligus juga melambangkan
kesuburan pangan, dan jumlah padi 17 menggambarkan tanggal Proklamasi Republik Indonesia.
4. Kapas satu tangkai yang berada di sebelah kanan melambangkan kesuburan sandang, dan 8 kuntum bunga menggambarkan bulan proklamasi Republik
Indonesia.
5. Gunung yang terdapat di bawah padi dan kapas melambangkan bahwa daerah Jawa Barat terdiri atas daerah pegunungan.
6. Sungai dan terusan yang terdapat di bawah gunung sebelah kiri melambangkan di Jawa Barat banyak terdapat sungai dan saluran air yang sangat
berguna untuk pertanian.
7. Petak-petak yang terdapat di bawah gunung sebelah kanan melambangkan banyaknya pesawahan dan perkebunan. Masyarakat Jawa Barat umumnya hidup
mengandalkan kesuburan tanahnya yang diolah menjadi lahan pertanian.
8. Dam atau bendungan yang terdapat di tengah-tengah bagian bawah antara gambar sungai dan petak, melambangkan kegiatan di bidang irigasi yang
merupakan salah satu perhatian pokok mengingat Jawa Barat merupakan daerah agraris. Hal ini juga melambangkan dam-dam yang berada di Jawa Barat seperti
Waduk Jatiluhur.
Arti warna
Pada lambang Jawa Barat didapati beberapa warna yaitu: hijau, kuning, hitam, biru, merah dan putih. Warna-warna ini memiliki arti khusus.
hijau artinya melambangkan kesuburan dan kemakmuran tanah Jawa Barat.
Kuning artinya melambangkan keagungan, kemuliaan dan kekayaan.
Hitam artinya melambangkan keteguhan dan keabadian.
Biru artinya melambangkan ketentraman atau kedamaian.
Merah artinya melambangkan keberanian
Putih artinya melambangkan kemurnian, kesucian atau kejujuran.
2.10.2Motto Jawa Barat
Motto Jawa Barat adalah Gemah Ripah Repeh Rapih, yang merupakan sebuah frasa berasal dari bahasa Sunda. Kata gemah-ripah dan repeh-rapih merupakan kata
majemuk yang mempunyai arti sebagai berikut :
Gemah-ripah : subur makmur, cukup sandang dan pangan.
Repeh-rapih : rukun dan damai atau aman sentosa.
Arti bebas dari motto daerah Jawa Barat secara keseluruhan ialah menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang kaya raya dan subur makmur serta
didiami oleh banyak penduduk yang hidup rukun dan damai.
2.11 Ikon Fauna Jawa Barat
Masyarakat Jawa Barat, khususnya Etnis Sunda, mempunyai kebiasaan MENGARTIKAN dan MEMAKNAI sesuatu yang bersifat eksternal dikaitkan dengan sesuatu
yang internal. Hal ini terjadi karena kedekatan yang begitu erat dengan alam sekitar baik fisik/kontur alam, flora maupun fauna. Dengan demikian
kekuatan Mithos Lama sebagai acuan berperilaku/berkehidupan masih mendapat perhatian yang sangat menentukan di masyarakat Sunda.
Terkadang begitu kuat kharisma Mithos ini, sehingga sesuatu yang asalnya hanya sebatas METAFORA berlanjut menjadi PERSONIFIKASI dan akhirnya menjadi
indikator INDENTIFIKASI (pemaknaan diri). Konsep inilah yang menyebabkan timbulnya kebudayaan TOTEMISME, HERALDICA (Ilmu lambang), IKON (penanda khas).
Masyarakat Sunda pun secara psikologis tidak terlepas dari konsep budaya metafora.
Berdasarkan wacana di atas selain dari Kajian Ekologis Ilmiah, terasa perlu ada kajian khusus mengenai fauna yang akan dijadikan IKON Jawa Barat dari
sudut pandang Kajian Sosio Budaya.
KAJIAN SOSIO BUDAYA
Relasi Urang Sunda dengan alam fauna di lingkungan hidupnya, terekam dalam kandungan folkloriknya a.l. bisa ditelusuri dari Cerita Pantun, Babad,
Upacara Adat, Ornamen Kriya, Toponimi, Penamaan Diri. Untuk bisa menelusuri makna yang terkandung dalam aspek folklorik tsb, para seniman / budayawan
Sunda akan menggunakan “Ilmu Panca Curiga (lima senjata)” yaitu kemampuan untuk mengartikan/memaknai secara SILIB (allude), SINDIR (allusion), SIMBUL
(symbol, icon), SILOKA (aphorism) dan SASMITA (depth aphorism), dalam kajian sastra modern disebut dengan Heurmanetica dan Semiotica, seperti:
MAUNG (HARIMAU).
Gambar 2.11. a. Macan
• MAUNG SANCANG, dimaknai sebagai kesetiaan rakyat Pajajaran terhadap Pemimpinnya.
• MAUNG LODAYA, dimaknai sebagai gambaran kualitas para pemimpin Sunda yang bersifat: pemberani, luwes dalam bertindak, bertenaga kuat, terampil,
berkharisma, egaliter (a.l. telah dijadikan ikon pribadi Bp. R. Em Bratakoesoemah (Alm), tokoh masyarakat Sunda).
• MAUNG BODAS Sering disebut Macan Putih, dimaknai sebagai IKON PRABU SILIWANGI SRI BADUGA MAHARAJA, dimaknai: berwibawa, bertuah, berkepribadian
tulus ikhlas.
• MAUNG HIDEUNG (MACAN KUMBANG) dimaknai sebagai gambaran keberanian para penjaga/prajurit negara, dianggap sebagai jelmaan dari para prajurit
kerajaan Pajajaran.
LUTUNG.
Gambar 2.11.b. Lutung
Dalam Cerita Pantun LUTUNG KASARUNG yang dianggap sakral dan bersifat KOSMOGONI, dimaknai sebagai penjelmaan manusia di alam dunia. Gambaran
perjuangan manusia yang terus menerus, gambaran kesetiaan dan kesadaran religius.
KUYA (KURA-KURA).
Gambar 2.11. c. Kuya
Dimaknai sebagai karakter yang “merendah/low profile”. Biar lambat asal selamat, dan dimaknai pula sebagai harapan untuk berumur panjang.
KADANCA.
Sejenis burung yang dimaknai sebagai keceriaan hidup. Digambarkan dalam lagu papantunan Tembang Sunda.


JALAK HARUPAT.
Dimaknai berani tampil, tangkas berbicara, telah menjadi ikon dari Bp. R. Otto Iskandardinata (Alm).
CIUNG.
Dimaknai sebagai kepandaian berbicara, luwes, indah, terampil dan bersahabat.
WANARA (KERA)
.Sebenarnya dimaknai sebagai orang peladang yang baik (Wana= hutan; Ra=orang yang baik). Dimaknai sebagai: gesit, beretos kerja. Kedua nama fauna
ini digunakan sebagai nama seorang tokoh mythos/historis raja dari kerajaan Galuh, yaitu CIUNG WANARA
Gambar 2.11. d. kera
MUNDING.

Bimaknai sebagai kekuatan nafsu manusia yang dasariah, semangat kerja. Dalam cerita pantun ada nama Mundinglaya di Kusumah dimaknai sebagai
“Sifat kehewanan (munding) yang telah Gambar 2.11..e kerbau luruh (laya) dalam (di) sifat keutamaan (Kusumah).
KUDA.
Dimaknai sebagai kekuatan, ketampanan, bersifat maskulin.
Gambar 2.11.f. Kuda
BADAK.
Dimaknai sebagai bertenaga kuat, teguh pendirian, terkadang egois (ngabadak, sentak badakeun). Sekarang dijadikan ikon Provinsi Banten.
NAGA (ULAR).
Dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat spiritual, perubahan yang terus menerus.

BUHAYA (BUAYA).

Dimaknai sebagai kekuatan transendental dari alam yang silam. Keterikatan dengan masa lampau.
UNCAL (RUSA).
Dimaknai sebagai kualitas ilmu pengetahuan. Kemampuan mengatasi masalah.Ada 3 nama fauna yang diajukan oleh BPLHD untuk dijadikan Ikon Jawa Barat, yaitu

SURILI

SURILI tertawa, begelantungan merasa bahagia,menyambut kehadiran putera Sunan Ambu yang turun ke marcapada, di negara Pasir Batang Anu Girang,
lebih ke ulu dari lubuk, lubuk sungai tempat menyeberang, tempat menyebarang orang Pajajaran).
Tetapi ketika Aki Panyumpit mencari binatang buruan, SURILI-SURILI itu menyembunyikan diri dan TIDAK MEMPERDENGARKAN SUARANYA KARENA KETAKUTAN.
Maka dalam semiotica Sunda gambaran kedua situasi para surili ini bisa dimaknai bahwa BILA RAKYAT KECIL BERSUARA, HAL ITU MENANDAKAN MASYARAKAT
YANG SEHAT DAN BAHAGIA. Sebaliknya BILA RAKYAT KECIL TIDAK TERDENGAR SUARANYA, menandakan ADA RASA TAKUT YANG MENGHIMPIT BATINIAHNYA.
Menurut informasi dari ahli satwa (Dalam Seminar BPLH, 22 September 2003 di Bandung), bahwa kebiasaan “surili” bila di hutan selalu ramai
bersahut-sahutan, tetapi bila ada sesuatu yang mencurigakan, mereka akan berdiam sehingga di hutan pun sunyi senyap).
(Catatan: Bila kita analogikan pemaknaan “surili sebagai metafor rakyat kecil” seperti wacana di atas dengan Konsep Kepemimpinan
(Leadership Prabu Siliwangi) - disebut dengan Konsep PARIGEUING berasal dari naskah Sanghiyang Siksa Kanda’Ng Karesian (1518 M) -
sungguh sangat erat kaitannya).
OWA (Latin: Hylobates moloch)
Dimaknai sebagai kewaspadaan kelompok/keluarga serta mampu mengamati situasi. Tergambarkan dalam lantunan juru pantun bahwa:
“Di leuweung Sumenem Jati,

owa-owa ngaraririung,

sakumbuhan-sakumbuhan,

ngawaskeun nu karek datang.”
(Di hutan Sumenem Jati, owa-owa berkelompok-kelompok, memperhatikan dengan cermat kepada yang baru datang).
Menurut informasi dari ahli satwa (Dalam Seminar BPLH, 22 September 2003 di Bandung), bahwa kebiasaan “owa” adalah “monogami” membentuk keluarga khusus.

HEULANG / ELANG (Latin: Spizaetus bartelsi),

dimaknai sebagai pembawa berita dari alam Kahiyangan, pembawa berita dari alam transcendental (hal ini terkisahkan ketika Guru Minda dari Kahiyangan
turun ke marcapada diiringi para “Guriang” yang menampakkan diri menjadi tujuh ekor elang). Diartikan pula sebagai gambaran kemampuan untuk
mengatualisasikan diri secara optimal. Dimaknai pula sebagai kemampuan untuk menjaga/mengawasi wilayah kekuasaannya (searti dengan kesadaran
geo-politis/geo-strategi pada masa sekarang). Sering dimaknai pula sebagai gambaran manusia yang EGALITER dan EQUALITER (salah satu karakter
bawaan masyarakat Sunda - yang berkonsep peladang - berfaham bahwa semua manusia adalah sederajat dan sama dimata hukum hal ini tersiratkan
dalam proses bermasyarakat SILIH ASIH, SILIH ASAH dan SILIH ASUH - SILAS). Karakter “ke-egaliter-an” urang Sunda terkadang cenderung “soliter”,
mungkin karena didasari “kepercayaan diri” yang terlampau tinggi, walau dalam batiniahnya terasa kesendirian yang memilukan, seperti dendang dalam
lirik lagu Selabintana di bawah ini:
“Geuning kieu rasana hirup nyorangan,

tanding heulang nu hiber di awang-awang,

taya pisan nu marengan,

estuning hirup nyorangan,

ati peurih ku kasedih,

duuuh tugenah teuing.”

(Alm. Bp. Engkos)
(Seperti inilah rasa kesendirian, ibarat burung elang melayang di angkasa, tiada berteman, hidup sebatangkara, hati terasa pedih perih,
aduhai sungguh menyesakkan dada).
Berdasarkan wacana mithos di atas, maka tak heran bila ada orang yang mengidentikkan “karakter manusia” dengan pemaknaan fauna-fauna di
atas. Sesuatu yang biasa terjadi, walaupun sebenarnya MANUSIA-lah makhluk Allah SWT yang paling mulia.
2.12. Ikon bentuk, tokoh dan benda Jawa Barat
a.Ikon Mega mendung
Menurut sejarahnya, di daerah cirebon terdapat pelabuhan yang ramai disinggahi berbagai pendatang dari dalam maupun luar negri. Salah
satu pendatang yang cukup berpengaruh adalah pendatang dari Cina yang membawa kepercayaan dan seni dari negerinya.
Dalam Sejarah diterangkan bahwa Sunan Gunung Jati yang mengembangkan ajaran Islam di daerah Cirebon menikah dengan seorang putri Cina
Bernama Ong TIe. Istri beliau ini sangat menaruh perhatian pada bidang seni, khususnya keramik. Motif-motif pada keramik yang dibawa dari
negeri cina ini akhirnya mempengaruhi motif-motif batik hingga terjadi perpaduan antara kebudayaan Cirebon-Cina.
Salah satu motif yang paling terkenal dari daerah Cirebon adalah batik Mega Mendung atau Awan-awanan. Pada motif ini dapat dilihat baik
dalam bentuk maupun warnanya bergaya selera cina.
Motif mega mendung melambangkan pembawa hujan yang di nanti-natikan sebagai pembawa kesuburan, dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi
dengan warna biru, mulai biru muda hingg biru tua. Warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan, sedangkan
warna biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan
b. Cepot /Sastra jingga
Sastrajingga alias Cepot adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Semar Badranaya dan Sutiragen (sebetulnya Cepot lahir dari saung).
Wataknya humoris, suka banyol ngabodor, tak peduli kepada siapa pun baik ksatria, raja maupun para dewa. Kendati begitu lewat humornya dia tetap
memberi nasehat petuah dan kritik.
Lakonnya biasanya dikeluarkan oleh dalang di tengah kisah. Selalu menemani para ksatria, terutama Arjuna, Ksatria Madukara yang jadi majikannya.
Cepot digunakan dalang untuk menyampaikan pesan-pesan bebas bagi pemirsa dan penonton baik itu nasihat, kritik maupun petuah dan sindiran yang tentu
saja disampaikan sambil guyon.
Dalam berkelahi atau perang, Sastrajingga biasa ikut dengan bersenjata bedog alias golok. Dalam pengembangannya Cepot juga punya senjata panah. Para
denawa (raksasa/buta) biasa jadi lawannya.
Sastrajingga merupakan tokoh panakawan putra Semar Badranaya.Sastra adalah tulisan. Jingga adalah merah. Si Cepot adalah gambaran tokoh wayang yang
mempunyai kelakuan buruk ibarat seorang siswa yang mempunyai rapot merah.
Namun demikian ia sangat setia mengikuti Semar kemana saja dia pergi
Kehadirannya dalam setiap pagelaran wayang golek sangat dinanti-nanti karena kekocakannya. Asep Sunandar Sunarya menjadikan si Cepot sebagai kokojo
/ tokoh unggulan pada setiap pagelaran. Bahkan tanda tangan Asep Sunandar ditulis atas nama Cepot. (Jati Sampurna)

d.Sekilas kabayan
Gambar 2.12 c. SI Kabayan
Masyarakat Sunda merasa yakin bahwa tokoh Si Kabayan memang pernah ada atau hidup di tanah Sunda karena ada beberapa tempat yang diduga sebagai

makam Si Kabayan. Siapa penggubah aslinya dari cerita-cerita itu? Tidak ada yang tahu; anonim, karena permulaan munculnya adalah dari mulut seseorang
yang tidak tercatat siapasiapanya, lalu menyebar luas dari mulut ke mulut saja. Dengan demikian, tiap orang yang meneruskan ceritanya kepada orang
lain bisa saja menambahi atau menguranginya sekehendak hati, sehingga setiap cerita bisa mempunyai versi yang berbeda-beda, walaupun garis besar
ceritanya sama.
Tidak mengherankan kalau tokoh Si Kabayan pun tidak menentu wataknya.Dalam cerita yang satu dia tampil sebagai orang tolol, dalam cerita yang lain
dia tampil sangat cerdas dan banyak akal, tindakannya sering diluar dugaan, dia senang melucu namun di balik kelucuannya sering tersimpan renungan
filosofisnya. Kadang-kadang dia tampil sebagai orang yang malas tapi kadang-kadang dia diceritakan sebagai orang yang rajin. Si Kabayan juga bisa
muncul sebagai orang yang jujur dan pemberani, tapi tidak jarang pula dia tampil sebagai tokoh yang suka berbohong dan pengecut. Pokoknya, berbagai
macam sifat manusia yang bisa terjadi dalam peristiwa-peistiwa hidup manusia di alam fana ini. Nilai hakiki yang terpenting dari cerita Si Kabayan
terletak pada humornya alias kelucuannya dan kritik atau sindirannya. Mungkin karena kedua macam kebutuhan yang esensial itulah, maka cerita-cerita
Si Kabayan sangat populer di kalangan suku Sunda.
Menurut Prof. Dr. Poerbatjaraka bahwa cerita humor yang paling tinggi mutunya adalah cerita yang bisa membuat kita tertawa sambil berpikir untuk
merenungkan isi kandungan humornya tersebut dan setelah itu kita diharapkan bisa mawas diri, bias menilai kelebihan dan kekurangan diri sendiri,
mengkritik diri sendiri, menertawakan atau bahkan menangisi diri sendiri.
Si Kabayan dalam cerita folklor Sunda sering kali direpresentasikan secara unik dan beragam. Ia menjelma jadi sosok manusia yang berbeda-beda.
Sangat mengasyikkan tentunya tatkala kita menikmati sajian cerita Si Kabayan dalam pelbagai bentuk variasi cerita yang tidak membuat kita jenuh.
Sosoknya seakan tidak pernah mati, karena mampu minda rupa atau berganti peran secara eksistensial. Menyesuaikan diri dengan perkembangan horizon
masyarakat Sunda yang kian kompleks. Dia mampu meragamkan pribadi, menjadi sesosok manusia multi-fungsi yang mengasyikkan, menghibur, sekaligus
menuntun
Di suatu waktu, Si Kabayan bisa menjelma menjadi manusia bodoh, lugu, lucu, dan polos. Namun di waktu lain, dia menjadi sesosok manusia yang cerdas,
pintar, arif, dan bijaksana, namun terkadang bisa licik juga. Unik bukan? Si Kabayan merupakan tokoh yang memiliki karakteristik yang unik, khususnya
dalam imajinasi masyarakat Sunda. Tokoh ini digambarkan sebagai figur yang memiliki karakteristik lucu, suka berkelakar, polos, lugu namun memiliki
kecerdasan yang sulit diduga. Si Kabayan sering digambarkan sebagai tokoh yang unik dan serba bisa, bagaimana tidak, kadang dia menjadi tokoh santri,
kadang menjadi tokoh dukun, atau tokoh-tokoh lainnya.
Pokoknya dalam tokoh apapun, gambaran Si Kabayan menjadi sah, sejauh lucu dan cerdas, terutama sifat lucu yang tidak boleh hilang dari karakter Si Kabayan.
Dalam disertasinya yang berjudul Uilenspiegelverhalen in Indonesia (Leiden, 1929), Dr. Coster-Wijsman menyatakan bahwa di seluruh Nusantara tidak ada
daerah yang begitu kaya dengan dongeng atau cerita lucu seperti daerah Pasundan, Jawa Barat, tempat kelahiran cerita Si Kabayan.
Mungkin hasil penelitian ilmiah itu memang benar, karena di daerah-daerah lain tidak terdapat tokoh seperti Si Kabayan yang sebagai tokoh utama dari
bermacammacam cerita yang lucu-lucu selalu muncul sepanjang zaman, sejak cerita-cerita itu mulai tampil dan menyebar secara lisan di zaman tradisional
dan berkembang terus di zaman penjajahan, zaman perjuangan kemedekaan hingga zaman modern sekarang ini.
e.Kujang
Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal
sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang
dengan akar kata Kudi dan Hyang.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau
musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di
dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406)
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas
Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata,
sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol
dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta
pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda
Propinsi Jawa Barat.
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera
dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah,
Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy,
Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi
dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata
yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang
terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak
(sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago
(menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak
(menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula
tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.
2.13 Kajian Faktual
Bandung sebagai kota besar yang merupakan pusat dari pemerintahan Jawa Barat, 70% penduduknya adalah etnis Sunda yang merupakan etnis terbesar
kedua di Indonesia, dan 30% di isi oleh etnis lain seperti, Padang, Batak, Tionghoa, Flores, dan etnis lainya di Indonesia (Data Statistik Kota
Bandung,2008). Kota Bandung memiliki peran besar dalam penyebaran gaya hidup untuk masyarakat Jawa Barat khususnya.Jika kita lihat Jumlah
penduduk Jawa Barat sekitar 30 juta jiwa, jika dibandingkan dengan Belanda yang berpopulasi sekitar 15 juta jiwa, artinya 13,6% dari populasi
Indonésia Sesungguhnya merupakan modal besar bagi kota Bandung untuk memberdayakan kembali potensi budaya yang selam ini terlupakan (Pokoknya
Sunda,hal. 36).
Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lainnya,
ditambah lagi dengan segala pernyataan inelektual dan artistik yang menjadi cirri khas suatu masyarakat (Andreas Eppink) .Dalam Pasal 32 UUD 45,
tercantum bahwa” Pemerintah memajukan kebudayaan Nasioanal”dan dalam penjelasannya dikatakan bahwa”Kebudayaan bangsa ialahkebudayaan yang timbul
sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya”artinya termasuk juga kebudayaan-kebudayaan daerah yang merupakan manifestasi”buah usaha
budi Indonesia” selama beabad-abad. Khusus mengenai bahasa, penjelaan Pasal 36 UUD 45 menegaskan:” Didaeah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri,
yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura,dsb),bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga
oleh negar.Bahasa-bahasa itupun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup”.Secara oprasional,dukungan tersebut dinyatakan dalam
Perda No. 5 Tahun 2003 Bab II tentang pemeliharaan bahasa, sastra dan aksara daerah.:
Pasal 2
Tujuan pemeliharaan bahasa,sastra , dan aksara daerah adalah:
Memantapkan keberadaan dan kesinambungan penggunaan bahasa, sastra , dan aksara daerah sehingga menjadi faktor pendukung bagi jati
tumbuhnya jati diri dan kebanggaan daerah;
Memantapkan kedudukan fungsi bahasa, sastra, aksara daerah;
Melindungi, mengembangkan, memberdayakan, dan memanfaatkan bahasa, sastra dan aksara daerah yang merupakan unsure kebudayaan nasional;
Meningkatkan mutu penggunaan potensi bahasa, sastra, dan aksara daerah.


Pasal 3
Sasaran pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah adalah:
Terwujudnya kurikulum pendidikan bahasa, sastra, dan aksara daerah di sekolah dan kurikulum pendidikan diluar sekolah;
Terwujudnya kehidupan berbahasa daerah yang lebih baik dan bermutu;
Terwujudnya apresiasi masyarakat terhadap bahasa, sastra, dan aksara daerah;
Terwujudnya peran serta masyarakat dalam upaya pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah.
Hal ini berarti Aksara daerah (Aksara Sunda) perlu untuk dilestarikan sebagai wujud dari terciptanya budaya nasiaonal. Namun itu semua tidak
dapat terlaksana dengan baik, diakibatkan masih banyaknya permasalahan untuk mensosialisasikannya, baik di pemerintahan pusatnya maupun di
pemerintahan daerahnya.
Masyarakat sunda saat ini sudah tidak lagi mengenali Aksara Sunda. Hal ini terlihat dari survei secara langsung kelapangan melalui teknik
wawancara terhadap seberapa tahu masyarakat kota Bandung terhadap Aksara sunda dari persentase yang didapat hanya 10% yang mengenal namun
tidak bisa membaca, 60% menyangka Aksara Jawa ”Hanacaraka”, 30% tidak tahu.

Gambar 2.13 Diagram tingkat pengenalan Aksara Sunda di Bandung
maka dari itu muncululah ide kreatif seorang relawan yang merintis Unicode Aksara Sunda dan penciptaan font Aksasar Sunda guna keperluan
Unicode tersebut antara lain saudara Dian Tresna Nugraha. Karaya dan keberhasilan kang Dian tersebut tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan dari kelompok relawan masyarakat Sunda yang biasa menggunakan Internet, terutama mereka yang tergabung dalam wadah informal bernama
Kusnet ( komunitas Urang Sunda di Internet) ,dibawah naungan Yayasan Perceka komuikasi dan dikusi dalam rangka untuk memproses Unicode Aksara
Sunda dari kang dian dan Kusnet dilakukan melalui Milis (Mailing list) urangsunda @ yahoogroups.com dan terkadang milis lainnya: kisunda@yahoogroups.
com.(menurut Ir. Oman Abdurahman dalam pengantar buku Direktori Aksara Sunda untuk Unicode).
Surat keputusan Gubernur No.434/SK.614/ dis-pk/199 tentang pembakuan Aksara Sunda. Dikeluarkannnya surat keputusan ini,disamping sebagai bentuk upaya
nyata dari pemerintah dalam memelihara, mengembangkan dan memeanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal, juga sebagai bentuk penghargaan dari generasi
pewaris budaya daerah atas hasil karya besar yang tak ternilai harganya dari para leluhur bangsa. Dalam SK Gubernur diatas tercantum bahwa
permasalahan yang ada selama ini adalah kurangnya pemeliharaan terhadap hasil karya besar dari para leluhur dalam menjaga nilai kearifan lokal.
2.14 Gagasan Dasar Perancangan
2.14.1 Tema Desain
Setelah menganalisis melalui kajian pustaka dan tinjauan faktual sehingga menghasilkan pemikiran sementara ( asumsi ), sebagai upaya
dalam memecahkan masalah perancangan maka terbentuklah sebuah tema desain yaitu Media edukasi pengenalan Aksara Sunda untuk anak usai sekolah
dasar. Dimana dalam media tersebut memberikan arahan mengenai cara penggunaan Aksara Sunda yang dalam penggunaannya mudah di pahami, dan menyenagkan.

2.14.2 Rumusan desain
Dari analisis yang menghasilkan tema desain Medai edukasi pengenalan Aksara Sunda untuk anak usai sekolah dasar, terumuskan sebuah kerangka
pemikiran perancangan Media edukasi sebagai sarana pembelajaran dan pengenalan Aksara Sunda.

2.15 Analisa Lapangan
Dari data-data lapangan yang diperoleh dan masalah-masalah yang disajikan, bahwa masyarakat kota Bandung hanya 10% dari jumlah hasil wawancara
yan mengenal aksara namun tidak dapat membacanya, dan 60% mengira Aksara Sunda adalah Aksara Jawa “Hanacaraka”dan 30% menyatakan tidak tahu,ini
dikarenakan kurang tersosialisasinya Aksara sunda baik dikalangan pendidikan maupun di masyarakat umum.Maka dalam upaya mensosialisasikan Aksara
Sunda secara menyeluruh terhadap masyarakat perlu diracang sebuah media edukasi pengenalan Aksara Sunda untuk anak usia sekolah dasar di kota Bandung.
Usia anak sekolah dasar dipilih dikarenakan dalam usia ini perkembangan kognitif nya dalam tahap oprasional konkrit (Jean piaget).